Kompas/Senin, 12 Maret 2007
Palangkaraya, Kompas - Saluran irigasi terbesar di kawasan proyek Pengembangan Lahan Gambut Kalimantan Tengah dinilai perlu dibendung agar tidak menguras cadangan air di daerah tersebut. Hanya dengan membendung saluran itulah, tata air di kawasan gambut dapat kembali normal sehingga program rehabilitasi dapat dimulai.
"Saluran primer yang dibangun di kawasan gambut tebal itu telah menguras air sehingga gambut kering, tidak cocok ditanami, dan rawan terbakar," kata koordinator program Wetlands International Indonesia di Kalimantan, Alue Dohong, di Palangkaraya, Sabtu (10/3).
Sebagai gambaran, ada dua saluran irigasi terbesar atau saluran primer induk (SPI) di kawasan proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG). Keduanya memiliki panjang 190 kilometer, lebar sekitar 30 meter, dan kedalaman tiga meter.
Kedua SPI membentang sejajar berjarak 100 meter satu sama lain. Saluran itu menghubungkan Sungai Kahayan, Kapuas, dan Barito. Semula SPI direncanakan untuk mengalirkan air dari ketiga sungai besar tersebut. Sejumlah kanal dibangun dan dihubungkan dengan SPI.
Air dalam kanal dimaksudkan untuk mencuci gambut untuk mengurangi kadar keasaman agar lahan bisa digunakan untuk pertanian. Total panjang saluran air itu sekitar 4.000 kilometer atau empat kali panjang Pulau Jawa.
Teori pencucian lahan gambut tersebut ternyata tidak menjadi kenyataan. Yang terjadi, kanal SPI justru menguras air dari lahan gambut. "Ini karena SPI dan kanal dibangun memotong kawasan gambut tebal, atau sering disebut kubah gambut yang merupakan penyimpan air," kata Alue.
Dasar kanal digali lebih dalam dari ketinggian air permukaan gambut sehingga hampir seluruh air mengalir ke SPI dan selanjutnya ke sungai. Gambut mengering dan rawan kebakaran.
Menurut Alue, pembuatan tabat atau bendungan akan efektif untuk mengembalikan fungsi tata air di kawasan itu. Wetlands sudah membangun delapan tabat di Blok A Utara, Kecamatan Mentangai, Kabupaten Kapuas.
Gambut di daerah itu tebalnya 10-12 meter. Dalam waktu dekat, Central Kalimantan Peatland Project (CKPP) akan membangun 12 tabat. Program itu dilaksanakan Wetlands International, WWF-Indonesia Kalteng, Yayasan Borneo Orangutan Survival, Care International Indonesia, dan Universitas Palangkaraya.
Alue menuturkan, hanya kanal di kawasan gambut tebal yang harus dibendung. Di kawasan gambut tipis (ketebalan kurang dari satu meter) akan diberi pintu air dan tetap sebagai saluran irigasi untuk mengairi kawasan pertanian masyarakat. (CAS)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Orangutan Sang Penjaga Rimba
Oleh: Alue Dohong Ditengah hutan rimba yang subur, berbagai mahkluk liar berkeliaran dengan damai dan bersahaja, Berdiri gagah seorang penja...
-
Warna ku hitam kecoklat-coklatan tak manarik mata dan minus estetika; Ragam sebutan nusantara dipatrikan pada diriku: tanah hitam, peta...
-
Sumber: Harian Kompas, Jumat, 25 April 2008 | 00:19 WIB Oleh Try Harijono dan C Anto Saptowalyono Suasananya sangat berbeda. Kawasan di seki...
-
Oleh: Alue Dohong Di dalam kehidupan masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah usaha dan upaya konservasi dan perlindungan terhadap sumbe...
No comments:
Post a Comment