Thursday, August 23, 2007

Saluran Primer Induk Perlu Dibendung

Kompas/Senin, 12 Maret 2007

Palangkaraya, Kompas - Saluran irigasi terbesar di kawasan proyek Pengembangan Lahan Gambut Kalimantan Tengah dinilai perlu dibendung agar tidak menguras cadangan air di daerah tersebut. Hanya dengan membendung saluran itulah, tata air di kawasan gambut dapat kembali normal sehingga program rehabilitasi dapat dimulai.

"Saluran primer yang dibangun di kawasan gambut tebal itu telah menguras air sehingga gambut kering, tidak cocok ditanami, dan rawan terbakar," kata koordinator program Wetlands International Indonesia di Kalimantan, Alue Dohong, di Palangkaraya, Sabtu (10/3).

Sebagai gambaran, ada dua saluran irigasi terbesar atau saluran primer induk (SPI) di kawasan proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG). Keduanya memiliki panjang 190 kilometer, lebar sekitar 30 meter, dan kedalaman tiga meter.

Kedua SPI membentang sejajar berjarak 100 meter satu sama lain. Saluran itu menghubungkan Sungai Kahayan, Kapuas, dan Barito. Semula SPI direncanakan untuk mengalirkan air dari ketiga sungai besar tersebut. Sejumlah kanal dibangun dan dihubungkan dengan SPI.

Air dalam kanal dimaksudkan untuk mencuci gambut untuk mengurangi kadar keasaman agar lahan bisa digunakan untuk pertanian. Total panjang saluran air itu sekitar 4.000 kilometer atau empat kali panjang Pulau Jawa.

Teori pencucian lahan gambut tersebut ternyata tidak menjadi kenyataan. Yang terjadi, kanal SPI justru menguras air dari lahan gambut. "Ini karena SPI dan kanal dibangun memotong kawasan gambut tebal, atau sering disebut kubah gambut yang merupakan penyimpan air," kata Alue.

Dasar kanal digali lebih dalam dari ketinggian air permukaan gambut sehingga hampir seluruh air mengalir ke SPI dan selanjutnya ke sungai. Gambut mengering dan rawan kebakaran.

Menurut Alue, pembuatan tabat atau bendungan akan efektif untuk mengembalikan fungsi tata air di kawasan itu. Wetlands sudah membangun delapan tabat di Blok A Utara, Kecamatan Mentangai, Kabupaten Kapuas.

Gambut di daerah itu tebalnya 10-12 meter. Dalam waktu dekat, Central Kalimantan Peatland Project (CKPP) akan membangun 12 tabat. Program itu dilaksanakan Wetlands International, WWF-Indonesia Kalteng, Yayasan Borneo Orangutan Survival, Care International Indonesia, dan Universitas Palangkaraya.

Alue menuturkan, hanya kanal di kawasan gambut tebal yang harus dibendung. Di kawasan gambut tipis (ketebalan kurang dari satu meter) akan diberi pintu air dan tetap sebagai saluran irigasi untuk mengairi kawasan pertanian masyarakat. (CAS)

No comments:

Short Interview with a Tourist from Australia on Pulau Padar NTT

On 7th July 2022 I visited Pulau Padar (Padar Island), one of the Islands in the Komodo National Park in Nusa Tenggara Timur Province. Pulau...