Tuesday, September 25, 2018

Penyambung Lidah Pemerintah dan Rakyat Indonesia Diajang IPS 50th Anniversary Jubilee Symposium 2018

Pada tanggal 10-13 September 2018 bertempat di SS Rotterdam Belanda, International Peatland Society (IPS) menyelenggarakan Simposium dalam rangka memperingati 50 tahun berdirinya wadah organisasi komunitas peneliti, praktisi dan industriawan/industriawati gambut global tersebut. Saya diundang untuk mewakili Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk memberikan keynote presentation pada hari pertama simposium dan saya mempresentasikan paparan dengan judul: “Implementing Peatland Restoration in Indonesia: Technical Policies, Interventions and Recent Progress”.

Dalam paparan tersebut saya menyampaikan kepada ratusan peserta simposium dari berbagai negara pemilik hutan dan lahan gambut temperate, boreal dan tropis tentang upaya serius Pemerintah Indonesia dalam mengelola, melindungi dan merestorasi hutan rawa dan lahan gambut melalui penetapan berbagai payung regulasi dan kebijakan, kelembagaan dan implementasi teknis. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2014 juncto PP No. 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. PP tersebut mengatur tentang Inventarisasi dan Pemetaan, Penetapan Fungsi, dan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG). Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut meliputi aspek pemanfaatan, pengendalian dan pemeliharaan, termasuk didalamnya tentang restorasi atau pemulihan gambut terdegradasi. 
Terkait restorasi gambut, secara institusi Presiden RI melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 telah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) yang mempunyai Tugas Pokok dan Fungsi mengkoordinasi dan memfasilitasi kegiatan restorasi gambut di 7 provinsi prioritas dengan luasan target restorasi mencapai 2,49 juta hektar terdapat di 104 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) hingga tahun 2020. Saya menekankan kepada peserta simposium bahwa hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang membentuk badan khusus untuk merestorasi gambut, sehingga wajar apabila Indonesia dianggap sebagai leader global dalam merestorasi gambut.
Sementara itu, regulasi dan kebijakan yang bersifat teknis-operasi pelaksanaan restorasi gambut di Indonesia telah diformulasikan melalui beberapa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, antara lain Permen LHK No. P.14/2017; P.15/2017; P.16/2017 dan P.17/2017.
Disampaikan kepada peserta bahwa implementasi restorasi gambut di Indonesia dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan pokok yakni: i) perencanaan; ii) implementasi perangkat dan teknik restorasi; iii) pemantauan dan pelaporan; dan iv) evaluasi keberhasilan restorasi. Di dalam melaksanakan kegiatan restorasi gambut, BRG menerapkan pendekatan 3R (Rewetting/R1Revegetation/R2, and Revitalization of local livelihoods/R3). Kegiatan pembasahan gambut (R1) diimplementasikan melalui pembangunan infrastruktur pembasahan gambut seperti sekat kanal (canal blocking), penimbunan kanal (canal backfilling), dan sumur bor (deep-well). Sedangkan revegetasi gambut (R2) didekati dengan penanaman secara aktif maupun mendorong proses regenerasi alami. Untuk kegiatan revitalisasi sumber mata pencaharian (R3) melalui pengembangan kegiatan yang berbasis lahan (land-based), berbasis air (water-based), dan berbasis jasa lingkungan (environmental services-based).
Kemudian diinformasikan juga kepada peserta simposium kinerja restorasi gambut di Indonesia dalam dua tahun terakhir (2016-2017) terkait dengan kegiatan R1, R2, dan R3 dan perkiraan luas gambut terdegradasi yang terestorasi. Disamping kegiatan R1, R2, dan R3, disampaikan juga program pembinaan masyarakat melalui Desa Peduli Gambut (DPG), pemetaan dan penyusunan rencana restorasi gambut, pengembangan sistem informasi restorasi gambut, dan pemasangan pemantauan gambut secara real-time. 
Di bagian akhir presentasi dikemukan beberapa pembelajaran, tantangan serta langkah ke depan terkait kegiatan restorasi gambut di Indonesia. Beberapa pembelajaran positip yang dipetik dalam dua tahun terakhir, antara lain: i) aksi kolaboratif merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan restorasi gambut; ii) masyarakat lokal harus di garda terdepan agar restorasi gambut berhasil dan berkelanjutan; iii) masyarakat lokal, LSM lokal dan universitas lokal memiliki pengetahuan, kapasitas dan pengalaman yang cukup untuk melaksanakan konstruksi dan pemeliharaan infrastruktur pembasahan gambut; dan iv) kegiatan restorasi gambut tidak hanya menyangkut intervensi fisik dan teknik, melainkan transformasi perilaku sosial dan perekonomian ramah gambut basah dan lembab merupakan kunci keberhasilan restorasi gambut. 
Kendati restorasi gambut berjalan kearah positip, namun diakui bahwa masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam merestorasi gambut terdegradasi di Indonesia, antara lain: i) sumberdaya tambahan (dana maupun keahlian) perlu ditingkatkan guna mempercepat dan merealisasi target restorasi gambut yang cukup besar; ii) penguatan kapasitas teknis, institusi dan finansial para pihak perlu terus ditingkatkan sebagai prasyarat untuk mencapai keberhasilan restorasi gambut; dan iii) pengarusutamaan dan pelembagaan restorasi gambut di dalam kebijakan, program dan aksi restorasi gambut di dalam regulasi dan perencanaan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

Short Interview with a Tourist from Australia on Pulau Padar NTT

On 7th July 2022 I visited Pulau Padar (Padar Island), one of the Islands in the Komodo National Park in Nusa Tenggara Timur Province. Pulau...