Friday, June 29, 2018

Juice “Nenas Gambut Sepucuk”

Setelah tiba malam ini di Jakarta dari perjalanan ke Sumatera Selatan (Kota Palembang & Kab OKI) saya langsung membuat Juice Nenas Murni tanpa campuran lain kecuali sedikit es baru dan air sedikit.
Ini lah hasil juice nenas buatan saya tersebut yang saya beri nama “Juice Nenas Sepucuk”. Kenapa saya kasih nama itu, karena juice ini dibuat dari buah nenas yg dibudidaya oleh kelompok tani dengan tumpang sari dilahan gambut di daerah sepucuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Rasa nenas yang ditanam petani di sepucuk ini sangat khas dan manis segar, sangat berbeda dengan rasa nenas-nenas yang dibudidaya di daerah lain yang selama ini pernah saya cicipi atau juicenya saya minuĂ©.
Budidaya nenas ini di laksanakan oleh Poktan yang diketuai seorang prajurit TNI AD selaku Babinsa didaerah tersebut dan mendapat dukungan pendanaan dari program revitalisasi ekonomi (R3) BRG tahun 2017.
Buah Nenas Gambut Sepucuk
Menurut informasi ketua poktan bahwa dulunya lahan gambut di wilayah yang ditanami nenas terlantar dan selalu terbakar dan bahkan terbakar hebat pada tahun 2015.
Juice Nenas Sepucuk
Saat berbincang-bincang singkat dengan petani nenas saya menanyakan kira-kira nilai penerimaan bruto saat panen perdana buah nenas tersebut. Berdasarkan informasi yang disampaikan anggota Poktan bahwa panen perdana kemarin mereka berhasil memanen sekitar 25.000 buah nenas matang/hektar dgn harga per buah sebesar Rp. 3.000; (harga setempat) maka penerimaan bruto dari hasil penjualan perdana sebesar Rp. 70.000.000;/ha. Setelah saya tanyakan estimasi biaya produksi awal (biaya pembersihan lahan, bibit, pemberian decopomser, pemupukan & pemeliharaan diperoleh perkiraan biaya total sebesar Rp. 55.000.000;/ha, berarti ada keuntungan Rp.15.000.000;/ha. Penerimaan bruto dan keuntungan petani nenas untuk masa-masa panen berikutnya saya prediksikan lebih tinggi lagi karena biaya bibit sudah tidak ada (bibit diambil dari pohon nenas yang sekarang sudah ada) dan perkiraan frekwensi panen nenas dewasa (matang) bisa dilakukan sebanyak dua kali setahun (setiap 6 bulan sekali).
Paling tidak dua aspek positip penting dari kegiatan budidaya nenas di lahan gambut bagi para anggota poktan: pertama, ada sumber pendapatan baru bagi anggota dari hasil penjualan nenas; dan kedua, kemungkinan intensitas kebakaran gambut didaerah tersebut akan berkurang karena petani akan secara sukarela dan terpanggil untuk menjaga agar kebun-kebun nenas mereka tidak terbakar yang menyebabkan kerugian aset produksi.
Sementara tantangan yang dihadapi poktan saat ini adalah keterbatasan pemasaran, harga buah yang relatif rendah (Rp. 3.000;/biji) dan diversifikasi produk berupa pengolahan dan packaging nenas. Sementara ini pemasaran bersifat pasip-okalistik artinya pembeli dari luar yang datang dan dijual di pinggir jalan/di depan dumah.
Aspirasi para petani bahwa kedepan mereka butuh ketrampilan pembuatan produk turunan nenas dan packaging sehingga nilai tambah produk nenas bisa meningkat selain hanya menjual dalam bentuk buah saja. Semoga aspirasi para petani nenas ini bisa kita jawab dan dukung tahun ini dan seterusnya. 
Saat ini para petani nenas di sepucuk sedang giat-giatnya mulai membudidayakan nenas pada lahan-lahan yang terlantar secara swadaya dan menurut info bahwa sudah ada potensi lahan yang sudah dikelola masyarakat sekitar 400-an hektar disana, semoga semangat para petani dijawab dengan dukungan positip dari kita semua.

Saturday, June 23, 2018

Aku Sungai (Puisi Sungai Bagian-3)

Tubuhku berkelok-kelok elok bagaikan ular anaconda melingkari bumi,
Bibir pantaiku indah tak bercela bak bibir merah sang bidadari,
Pepohonan besar dan rindang tumbuh bebas disepanjang sepadanku,
Satwa terestrial dan avifauna bersemayam dan bernyanyi riang di pepohonan diatas sepadanku,
Air putih, bersih dan jernih mengalir melalui tubuhku dari pelosok hulu sampai tepi laut,
Aku mengalirkan air kehidupan dan bukan air bah bencana untuk semua mahkluk,
Ikan-ikan berkeliaran, bersendau gurau dan berlari kian kemari di kebeningan airku yang jernih bak warna Kristal putih,
Manusia menjadi sahabatku dan aku memberikan mereka sumber kehidupan, kesejahteraan dan kedamaian.

Ah…itu dulu, sekarang?

Semuanya telah sirna,
Semuanya tinggal sejarah dan kenangan belaka,
Semuanya hanya tercerita indah di buku-buku dan kanvas guratan pena tanpa realita,
Tubuhku yang indah telah terkoyak dan berserakan tak karuan karena ulah pemburu rente dan harta serakah manusia,
Sepadanku dirajang dan dihancurkan serta dimusnakan tanpa rasa dan iba manusia,
Pohon-pohon indahku ditumbang dan dirajang demi silap mata manusia yang rabun estika dan budaya,
Tubuhku dibuat epicentrum limbah dan sampah manusia tak beretika,
Kelokan tubuhku di codet, dibeton dan diiris-iris demi birahi kuasa dan harta manusia,
Ikan-ikan indahku diracun, disetrum dan di boom untuk usaha manusia durhaka pemuja dosa,
Diriku sering diidentikan sebagai pembawa bencana dan malapetaka dan durjana bagi manusia,
Padahal semuanya itu bukan akibat ulahku, tetapi perbuatan manusia yang memproklamir diri sebagai mahkluk paling saleh beragama, berilmu dan beretika.
  
Jakarta, Minggu, 24 Juni 2018
By Alue Dohong 

Monday, June 18, 2018

SUNGAIKU (Puisi Sungai Bagian-2)

Sungaiku,
Dulu airmu jernih dan bening sehingga aku bisa minum air mu tanpa ragu dan tanpa pilu,

Sungaiku,
Dulu airmu jernih dan bening karenanya aku bisa melihat ikan-ikan berseliweran berenang ria di airmu yang tanpa noda,
Sungaiku,
Dulu sepanjang sepadanmu tumpuh berbagai jenis pohon dengan berbagai ukuran dengan dahan-dahan saling bergelantungan dan saling menyapa dan bernyanyi merdu di kala angin menerpa,
Sungaiku,
Dulu pohon-pohon disepanjang sepadanmu tempat berteduh, bercengkrama dan piring makan berbagai satwa dan avifauna. Begitu merdu dan syahdu suara mereka berelegi pagi sahut-sahutan riang gembira tanpa terusik ulah manusia,
Sungaiku,
Dulu disepanjang pinggiranmu tumbuh berbagai sumber pakan dan sayuran dimana tanpa ragu aku memetikmu kendati tanpa kau minta biaya,
Sungaiku,
Dulu engkau adalah tempat kontemplasi dan meditasi bagiku dikala hati penuh onak duri dan dengki karena dirimu lah sumber air suci.
NASIBMU KINI,
Sungaiku,
Airmu keruh, pekat dan hitam karena polusi dan tindakan keji dan tak peduli manusia. Jangankan berani meninum airmu, memandangmu pun seperti kejijikan bagiku,
Sungaiku,
Kini ikan-ikan pun bahkan enggan untuk berenang dan tinggal di dalam airmu yang keruh dan berbau,
Sungaiku,
Kini disepanjang pinggirmu dirusak, digali dan pohon-pohon indahmu di tebang dan dirusak tanpa peduli dan empati untuk memenuhi hasrat keserakahan dan ambisi manusia,
Sungaiku,
Kini satwa dan avifauna pun enggan bersarang, bercengkerama dan bergelantungan di pinggiranmu karena memang tidak ada tempat lagi bagi mereka untuk bersenda gurau dan bernyanyi riang. Kalau pun satwa dan avifauna berani mendekat maka siap-siap mereka menjadi mangsa manusia gelap mata, 
Sungaiku,
Kini dirimu tak lebih dari benda mati tanpa arti karena tanpa apresiasi dan peduli dari kami,
Sungaiku,
Kesedihan nasibmu kini bukan karena ulah dirimu, tetapi hasil tingkah polah dan pongah kami manusia berilmu tinggi dan beragama priyayi. 

Jakarta, Medio April 2018
Alue Dohong

SUNGAI (Puisi Sungai 1)

Sungai,
Dulu engkau kami anggap sebagai sumber air kehidupan, karenanya engkau sangat kami cintai dan hormati.
Sungai,
Dulu engkau kami anggap sebagai sumber urat nadi perekonomian, karena engkau menyajikan sumber kehidupan dan gizi bagi jasmani kami.
Sungai,
Dulu engkau kami anggap sebagai jalur transportasi utama, karenanya engkau di puja dan puji karena engkau berjasa melancarkan migrasi orang dan barang dari kota sampai ke pelosok desa
Sungai,
Dulu engkau kami anggap pusat terapi kesehatan raga dan jiwa, karena aliran jernih air mu mengobati dahaga raga, jiwa dan fikiran kami.
TETAPI SEKARANG,
Sungai,
Engkau kami punggungi dan memandangmu pun merupakan kengerian dan kejijikan bagi kami karena pekat hitam warna air mu dan comberan sengit bau mu.
Sungai,
Kini engkau kami anggap tidak lebih dari tong sampah, dimana berbagai sampah dan kotoran kami tumpahkan diatas mu tanpa peduli nilai-nilai estetika mu
Sungai,
Kini engkau kami hanya anggap sekedar aksesori alam yang karenanya sering di kebiri dan ditutupi.
Sungai,
Kini engkau tidak lebih dari pusat caci-maki dan karenanya engkau sering dianggap pembawa bencana banjir dan pembunuh Jiwa
Sungai,
Engkau adalah korban ambisi dan ketidakpedulian kami yang selalu mengangap diri mahkluk penuh religi dan berilmu tinggi.

Medio April 2018
Alue Dohong

Saturday, June 16, 2018

Alue Dohong: Peatlands restoration positively impact communities

Source: Center for International Forestry Research (published April 2018)
https://youtu.be/yWoRCxqIR2Q

Carbon Emission from Oil Palm Located on Deep Peat in the EMRP

Despite the regulatory threshold of peat deeper than 3 meters is not allowed for agricultural cultivating activities, yet, about 40% oil palm plantation in the Ex-Mega Rice Project (EMRP), Central Kalimantan located in deep peatland (>3 meters depth). Continuing oil palm practices on deep peat in the EMRP will release high carbon dioxide results from peat drained and other factors.
To know further details please read out paper authored by Dohong, A et al., 2018 entitled: "Carbon emissions from oil palm development on deep peat soil in Central Kalimantan Indonesia", published in Anthropocene Vol. 22 June 2018, pp. 31-39 in the following journal access:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2213305418300274?via%3Dihub

 

Techniques for Effective Tropical Peatland Restoration

Do you know barriers that are often hampering the successful of tropical peatland restoration?. Do you know techniques that have been employed to restore degraded peatland and their efficacies in the tropic? A paper authored by Dohong, A et al., 2018 entitled: "A Review of Techniques for Effective Tropical Peatland Restoration", published in Wetlands Vol. 38 Issue 2, pp 275-292 reviews the restoration barriers, restoration techniques and efficacies of those techniques in addressing peatland degradation with case in point in Indonesia. For further details please visit the following journal access: https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs13157-018-1017-6


Short Interview with a Tourist from Australia on Pulau Padar NTT

On 7th July 2022 I visited Pulau Padar (Padar Island), one of the Islands in the Komodo National Park in Nusa Tenggara Timur Province. Pulau...