Tuesday, September 25, 2018

Penyambung Lidah Pemerintah dan Rakyat Indonesia Diajang IPS 50th Anniversary Jubilee Symposium 2018

Pada tanggal 10-13 September 2018 bertempat di SS Rotterdam Belanda, International Peatland Society (IPS) menyelenggarakan Simposium dalam rangka memperingati 50 tahun berdirinya wadah organisasi komunitas peneliti, praktisi dan industriawan/industriawati gambut global tersebut. Saya diundang untuk mewakili Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk memberikan keynote presentation pada hari pertama simposium dan saya mempresentasikan paparan dengan judul: “Implementing Peatland Restoration in Indonesia: Technical Policies, Interventions and Recent Progress”.

Dalam paparan tersebut saya menyampaikan kepada ratusan peserta simposium dari berbagai negara pemilik hutan dan lahan gambut temperate, boreal dan tropis tentang upaya serius Pemerintah Indonesia dalam mengelola, melindungi dan merestorasi hutan rawa dan lahan gambut melalui penetapan berbagai payung regulasi dan kebijakan, kelembagaan dan implementasi teknis. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2014 juncto PP No. 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. PP tersebut mengatur tentang Inventarisasi dan Pemetaan, Penetapan Fungsi, dan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG). Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut meliputi aspek pemanfaatan, pengendalian dan pemeliharaan, termasuk didalamnya tentang restorasi atau pemulihan gambut terdegradasi. 
Terkait restorasi gambut, secara institusi Presiden RI melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 telah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) yang mempunyai Tugas Pokok dan Fungsi mengkoordinasi dan memfasilitasi kegiatan restorasi gambut di 7 provinsi prioritas dengan luasan target restorasi mencapai 2,49 juta hektar terdapat di 104 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) hingga tahun 2020. Saya menekankan kepada peserta simposium bahwa hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang membentuk badan khusus untuk merestorasi gambut, sehingga wajar apabila Indonesia dianggap sebagai leader global dalam merestorasi gambut.
Sementara itu, regulasi dan kebijakan yang bersifat teknis-operasi pelaksanaan restorasi gambut di Indonesia telah diformulasikan melalui beberapa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, antara lain Permen LHK No. P.14/2017; P.15/2017; P.16/2017 dan P.17/2017.
Disampaikan kepada peserta bahwa implementasi restorasi gambut di Indonesia dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan pokok yakni: i) perencanaan; ii) implementasi perangkat dan teknik restorasi; iii) pemantauan dan pelaporan; dan iv) evaluasi keberhasilan restorasi. Di dalam melaksanakan kegiatan restorasi gambut, BRG menerapkan pendekatan 3R (Rewetting/R1Revegetation/R2, and Revitalization of local livelihoods/R3). Kegiatan pembasahan gambut (R1) diimplementasikan melalui pembangunan infrastruktur pembasahan gambut seperti sekat kanal (canal blocking), penimbunan kanal (canal backfilling), dan sumur bor (deep-well). Sedangkan revegetasi gambut (R2) didekati dengan penanaman secara aktif maupun mendorong proses regenerasi alami. Untuk kegiatan revitalisasi sumber mata pencaharian (R3) melalui pengembangan kegiatan yang berbasis lahan (land-based), berbasis air (water-based), dan berbasis jasa lingkungan (environmental services-based).
Kemudian diinformasikan juga kepada peserta simposium kinerja restorasi gambut di Indonesia dalam dua tahun terakhir (2016-2017) terkait dengan kegiatan R1, R2, dan R3 dan perkiraan luas gambut terdegradasi yang terestorasi. Disamping kegiatan R1, R2, dan R3, disampaikan juga program pembinaan masyarakat melalui Desa Peduli Gambut (DPG), pemetaan dan penyusunan rencana restorasi gambut, pengembangan sistem informasi restorasi gambut, dan pemasangan pemantauan gambut secara real-time. 
Di bagian akhir presentasi dikemukan beberapa pembelajaran, tantangan serta langkah ke depan terkait kegiatan restorasi gambut di Indonesia. Beberapa pembelajaran positip yang dipetik dalam dua tahun terakhir, antara lain: i) aksi kolaboratif merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan restorasi gambut; ii) masyarakat lokal harus di garda terdepan agar restorasi gambut berhasil dan berkelanjutan; iii) masyarakat lokal, LSM lokal dan universitas lokal memiliki pengetahuan, kapasitas dan pengalaman yang cukup untuk melaksanakan konstruksi dan pemeliharaan infrastruktur pembasahan gambut; dan iv) kegiatan restorasi gambut tidak hanya menyangkut intervensi fisik dan teknik, melainkan transformasi perilaku sosial dan perekonomian ramah gambut basah dan lembab merupakan kunci keberhasilan restorasi gambut. 
Kendati restorasi gambut berjalan kearah positip, namun diakui bahwa masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam merestorasi gambut terdegradasi di Indonesia, antara lain: i) sumberdaya tambahan (dana maupun keahlian) perlu ditingkatkan guna mempercepat dan merealisasi target restorasi gambut yang cukup besar; ii) penguatan kapasitas teknis, institusi dan finansial para pihak perlu terus ditingkatkan sebagai prasyarat untuk mencapai keberhasilan restorasi gambut; dan iii) pengarusutamaan dan pelembagaan restorasi gambut di dalam kebijakan, program dan aksi restorasi gambut di dalam regulasi dan perencanaan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

Friday, August 10, 2018

Aku Sungai Sebangau (Puisi Sungai Bagian-6)

Dulunya engkau sungai yang indah dikitari jejeran pohon besar dan kecil beraneka ragam di sepadan maupun dibelakang tanggulmu;
Badanmu berkelok-kelok dari muara hingga berhulu berbentuk danau besar nan indah dan megah;
Disepanjang pinggiran dan perairan mu bertebaran tumbuhan bakung dan pandan rasau yang indah nan menawan;
Orang-utan, bekantan, monyet, bergagai burung dan satwa lainnya menganggap engkau sebagai sorga kehidupan mereka;
Tubuhmu menyimpan dan menampung bermilyar-milyar ton air tawar gambut untuk kebutuhan manusia, hewan dan tumbuhan;
Buaya muara dan air tawar berdiam di dalam airmu yang dipenuhi berjenis ikan yang melimpah;
Para nelayan riang gembira setiap hari karena panen ikan yang melimpah yang sediakan oleh mu untuk kehidupan mereka;
Anak-anak kecil berenang kesana-kemari dan senda gurau menikmati air mu yang bersih dan bebas polusi;
Kapal dan perahu besar dan kecil lalu-lalang menyusuri alurmu untuk menghantar barang dan manusia bagi desa-desa disepanjang sepadanmu dan juga Kota Palangka Raya;
Pertandingan perahu internasional pun sering dihelatkan di danaumu yang asri itu.

Tetapi kemudian mimpi buruk itu tiba,
Sosok lengan kapitalis yang bernama HPH itu datang menghampiri dirimu;
Kayu-kayu indah dan bernilai milyaran dollar mulai mereka robohkan;
Kanal-kanal mereka gali di gambut di belakang tanggulmu untuk menggelontorkan kayu-kayu tebangan ke alur sungaimu;
Air gambut yang tersimpan tercurah keluar dan gambut disekelilingmu pun mulai kempes dan kering kerontang;
Hewan daratan dan burung-burung tunggang langgang lari menjauhi dirimu;
Buaya dan ikan di dalam airmu pun melarikan diri dan bersembunyi.

Mimpi burukmu itu ternyata belum berakhir menimpa mu,
Mimpi buruk berikutnya pun kembali menghampiri;
Proyek Lahan Gambut 1 juta hektar nan ganas dan penuh ambisius;
Kembali memperkosa dan memporakporandakan tumbuhan di sepadan dan digambutmu;
Ribuan kilometer kanal besar, sedang dan kecil digali dan dihubungkan dengan badanmu;
Semakin lengkaplah pendritaan mu, banjir pada musim hujan dan kering kerontang dikala musim kemarau tiba;
Kini satwa daratan, perairan dan udara sudah enggan dan menjauhimu;
Para nelayan hanya mengais-ngais sisa ikan yang terpaksa terperangkap di alur mu;

Entah sampai kapan nasib merana dan sedih mu ini akan berakhir?
Jawabannya hanya ada pada hati nurani, sikap baik dan etika manusia yang telah memperkosa hak-hak mu selama ini;
Semoga hati dan nurani para perusak mu selama ini tergerak untuk memulihkan mu seperti sedia kala.

Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin, 1 Agustus 2018
by Alue Dohong

Thursday, August 09, 2018

Opening Remark Tropical Peatlands Exchange 2018

My short opening remark on behalf of Pak Nazir Foead (Chief of Peatland Restoration Agency) at the Tropical Peatlands Exchange held by Centre for International Forestry Research (CIFOR) and FORDIA Ministry of Environment and Forestry (MoF) and Peatland Restoration Agency in CIFOR, BOGOR, 8th August 2018.

Saturday, July 28, 2018

Aku Tanah Yang Kau Panggil Gambut Itu (Puisi Gambut-2)

Warna ku hitam kecoklat-coklatan tak manarik mata dan minus estetika;
Ragam sebutan nusantara dipatrikan pada diriku: tanah hitam, petak sahep, sepuk, payo dan rawa goyang;

Kandungan hara dan mineralku miskin sehingga aku sering disebut tanah marginal dan tidak subur;
Aku terbentuk dari jatuhan batang, dahan, ranting, dan daun yang jatuh dan terperangkap di perairan asam;
Tubuh dan airku yang asam menyebabkan banyak jasad renik dan bakteri pengurai tidak dapat bertahan hidup dalam lingkunganku;
Aku pun mengalami pelambatan proses pelapukan dan dekomposisi;
Bahan organik ku pun terus menumpuk membentuk lahan gambut;
Namun proses terbentukku tidaklah singkat, namun puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan tahun.
Aku membentuk kubah dimana jutaan bahkan milyaran ton air tawar berkantong dan berdiam.

Kendati tubuh ku hitam, asam, tidak subur, namun:
Banyak flora dan fauna unik dan endemis yang senang berdiam dan tumbuh bahagia di dalam diriku;
Aku merupakan gundang dan penyimpan air tawar terbesar di ekosistem daratan;
Aku pengendali banjir dan juga intrusi air laut;
Akulah penyimpan karbon terbesar di ekosistem daratan;
Akulah pengendali sekaligus sumber gas rumah kaca utama.

Karena itu hanya satu pintaku pada manusia!
Kelolalah aku secara bijaksana;
Jangan hancurkan hutan yang tumbuh diatas tubuhku;
Jangan kalian iris-iris tubuhku dengan kanal-kanal penguras itu;
Jangan kalian keringkan airku;
Jangan kalian bakar-bakar diri ku secara serampangan;
Peringatan ini kusampaikan kepada manusia, agar petaka dan bencana tidak menimpa kalian saat ini maupun anak cucu mu dimasa yang akan datang. 


Jakarta, Minggu, 29 Juli 2018 
By Alue Dohong

Sunday, July 22, 2018

Apakah Puntung Rokok Bisa Menyebabkan Kebakaran Gambut?

1. Pendahuluan
Pada tanggal 19 Juli 2018 bertempat di lahan gambut Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau saya & Prof.Dr. Bambang Hero melakukan eksperimen kecil-kecilan & sederhana (sampling size 4) untuk menjawab hipotesis berikut: "bahwa puntung rokok tidak bisa menyebabkan kebakaran di lahan gambut".
Sebelum dilakukan eksperimen, dilakukan pengukuran langsung dilapangan antara lain untuk parameter sebgaia berikut::
1. Suhu saat itu (jam 10:00 pagi): 32,7 derajat Celcius:
2. Kelembaban relatif (jam 10:00 pagi): 68,8%;
3. Kecepatan angin (10:00 pagi): 4,2 mil/jam;
4. Kedalaman gambut: 3,2 meter (pengeboran kedalam gambut dengan menggunakan bor gambut).
Disamping itu, diperoleh beberapa tambahan informasi dari Kepala Desa Rimbo Panjang sebagai berikut:
1.  Wilayah desa Rimbo Panjang sudah tiga minggu tidak ada turun hujan;
2. Umur tebasan lahan: 5 hari 
2.  Metode: Jumlah Perlakuan dan Prosedur Perlakuan
Uji coba pembakaran dengan puntung rokok dilakukan dengan 4 (empat) perlakuan dan prosedur, sebagai berikut:
Sampel/perlakuan 1: 
Puntung rokok kretek berfilter dinyalakan/disulut dan diletakkan diatas bekas hasil tebasan yang didominasi seresah paku-pakuan dan sejenisnya. Umur tebasan berumur 5 (lima) harı dan sudah dalam kondisi cukup kering. Penyulutan dan peletakan puntung rokok dimulai jam 10:05 pagi.
Sampel/perlakuan 2: 
Puntung rokok kretek berfilter dinyalakan/disulut dan diletakkan diatas tanah gambut kering tanpa serasah paku-pakuan dan lain, namun posisi tanah gambut kering terangkat/tereskpose kuren lebih  20 cm diatas rata2 permukaan tanah gambut. Penyulutan dan peletakan puntung rokok dimulai 10:05 pagi.
Sampel/perlakuan 3: 
Puntung rokok kretek tidak berfilter dinyalakan/disulut dan diletakkan diatas bekas tebasan yang didominasi seresah paku-pakuan dan sejenisnya. Penyulutan dan peletakan puntung rokok dimulai juam 10:30 pagi.
Sampel/perlakuan 4:
Puntung rokok kretek berfilter dinyalakan/disulut dan diletakkan diatas tanah gambut kering tanpa adanya seresah paku-pakuan dan sejenisnya, namun posisi tanah gambut tidak terekspose dan sama dengan rata-rata permukaan Tanah gambut lainnya. Penyulutan dan peletakan puntung rokok dimulai jam 11:00 pagi.
3. Hasil-Hasil Perlakuan
3.1 Sampel/Perlakuan 1:
Sejak dilakukan penyukutan dan peletakan hingga sampai pukul 10:35 pagi (sekitar 30 menit pasca peletakan), seluruh puntung rokok termasuk filternya terbakar habis dan serasah paku-pakuan dan jenislainnya dimana puntung rokok ditaruh tidak mengalami kebkaran (tidak terbakar) sama sekali. Artinya hipotesis dapat diterima, yang bermakna bahwa puntung rokok tidak bisa menyebabkan kebakaran seresah hasil tebasan dan tidak dapat menjadi penyulut kebakaran permukaan.
3.2 Sampel/Perlakuan 2:
Sejak dilakukan penyulutan dan peletakan hingga jam 10:30 pagi (25 menit pasca peletakan) puntung rokok beserta filternya habis terbakar. Namun seiring dengan proses pembakaran puntuk rokok kretek sekitar menit ke 10 terjadi proses pengasapan (smouldering) disekitar puntung rokok dan menyebar meluas secara lateral dan vertikal yang ditandai perobahan warna seresah yang terbakar menjadi hitam dan menimbulkan bau terbakar gambut yang terbakar. Setelah seluruh puntung rokok terbakar habis, penyebaran smouldering dan peningkatan suhu di tanah gambut yang mengalami peningkatan sangat signifikan.  Sekitar  55 menit sejak penyulutan dan peletakan puntung rokok, tiba-tiba muncul lidah api dan kebakaran permukaan menyebar dengan cepat dengan membakar seresah bekas tebasan paku-pakuan dan sejenis yang ada disekitarnya.  Tepat jam 11:30 (60 menit pasca peletakan puntung rokok) api dipadamkan dengan cara disiram dengan air yang sudah disiapkan sebelumnya.

Kemudian luas yang terbakar diukur dan diperoleh dimensi yang terbakar sebagai berikut: panjang 0,75 m, lebar 0,55 m dan kedalaman yang terbakar mencapai: 0,02 m. Kebakaran yg terjadi masih sebatas kebakaran permukaan (surface fire)
Hasil perlakuan yang media menyatakan Hipotesis Ditolak, yang berarti bahwa puntung rokok bisa menjadi penyulut api (kebkaran) khususnya pada gambut kering yang posisi terekspose/terletak lebih tinggi (sekitar 20 cm) dari rata-rata posisi permukaan lahan gambut umumnya.
3.3. Sampel/Perlakuan 3:
Sejak dilakukan penyulutan dan peletakan pada jam 10:30 hingga jam menunjukkan pukul 10:50 pagi (20 menit setelah disulut) puntung rokok terbakar habis, namun puntung rokok tidak menyebakan terjadinya kekabaran terhadap seresah paku-pakuan dan sejenisnya. Ini bermakna bahwa Hipotesis Dapat Diterima, yang artinya puntung rokok tidak berfilter tidak dapat menjadi penyebab atau penyulut kebakaran gambut;
3.4 Sampel/Perlakuan 4:Sejak puntung rokok disulut dan diletakkan jam 11:00 hingga menit ke 30 (jam 11:30) seluruh puntung rokok berfilter terbakar habis, namun tidak menyebabkan kebakaran pada tanah gambut kering dimana puntual rokok tersebut diletakkan. Artinya bahwa Hipotesis Dapat Diterima bahwa puntung rokok tidak dapat menjadi pemicu kebakaran gambut kering.

Berdasarkan hail uji coba yang dilakukan bahwa probabilitas puntung rokok sebagai penyulut kebakaran gambut sebesar 25% khususnya untuk lahan gambut yang posisinya terekspose lebih tinggi dari rata-rata permukaan gambut umumnya. 
4. Limitasi Percobaan
Beberapa limitasi atau keterbatasan uji coba atau perlakuan ini antara lain:

1. Ukuran dan jumlah perlakuan (sampling size) sangat terbatas (tanya 4 perlakuan);
2. Tidak dilakukan pengukuran kedalaman air tanah;
3. Sebaran waktu pengukuran (time spread) dilakukan percobaan tidak terdistribusi secara normal dalam horison waktu 24 jam;
4. Jumlah hari kering seresah bekas tebasan belum bervariasi secara 
bagus (5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dan seterusnya).

Tuesday, July 17, 2018

Aku Sungai Mantangai (Puisi Sungai Bagian-5)

Sejarah pernah mencatat bahwa aku lumbung ikan untuk se-kecamatan maupun Ibukota Kabupaten Kapuas;
Sejarah pernah mencatat bahwa aku pernah menjadi habitat buaya berwarna hitam maupun putih;
Sejarah pernah mencatat bahwa aku habitat hutan rawa gambut paling anggun dan elok, berdiri pohon-pohon besar seperti Ramin, Meranti, Jelutung, Belangiran, Pulai dan lain-lain;
Sejarah mencatat bahwa aku menjadi situs adat dan tempat pemujaan bagi sang Khalik dan para Dewa;
Sejarah pernah mencatat bahwa di bagian hulu ku terdapat Danau Air Hitam Bagantung nan luas, bersih dan berpenghuni para dewa;
Sejarah pernah mencatat bahwa satwa endemik dan karismatik Orangutan, Bekantan, Beruang Madu, Macan Dahan, Lutung menjadikan aku sebagai rumah idaman mereka;
Sejarah pernah mencatat bahwa masyarakat tempatan hidup sejahtera, gembira dan bahagia karena kebaikan alam ku.
Sampai kemudian mimpi buruk itu menghiggapiku;
Dengan mengatasnamakan mempertahan swasembada beras nasional;
Dengan mengatasnamakan pemerataan pembangunan;
Dengan mengatasnamakan pemerataan penduduk melalui transmigrasi;
Dengan mengatasnamakan pemberdayaan masyarakat lokal;
Dengan mengatasnakan pembangunan ekonomi daerah;
Proyek Pengembangan Lahan Gambut 1 juta hektar Namanya karya Orde Baru;
Proyek mercusuar miskin logika dan tanpa rencana matang tersebut menjandikan aku sebagai targetnya;
Tubuhku disayat-sayat dan disodet-sodet dan disambung kanal-kanal drainase raksasa berbagai ukuran, sehingga badanku kempes karena air gambut yang merupakan darahku keluar dan kering ;
Pohon-pohon berbagai jenis dan ukuran yang bertengger disepanjang sepadanku di ditumbangkan tanpa ampun dan kasih;
Satwa liar daratan dan perairan berlarian tunggang langgang menyelematkan diri dari kekejian tindakan perusakan ini;
Kini tubuhku penuh korengan, kering dan menjadi langganan kebakaran setiap tahun;
Para pembalak dan pencari rente terus-menerus mengoyak-ngoyak tubuhku;
Para sahabat satwa sudah enggan berdiam di sepanjang sepadanku;
Ikan dan satwa perairan sudah enggan berdiam di dalam airku yang terpolusi;
Kini kejayaaan dan keagungan ku telah sirna karna perbuatan laknat ciptaan Tuhan yang bernama manusia.

Mantangai (Kapuas, Kalimantan Tengah), Rabu, 11 Juli 2018 
By Alue Dohong

Friday, July 13, 2018

Engkau Musi (Puisi Sungai Bagian-4)

Tubuh mu yang tambun dan panjang, berwibawa dan tampak ganas, 
namun sejatinya kamu adalah peramah dan pemurah;
Engkau biarkan tubuhmu ditunggangi dan digilas oleh lalu Lalang perahu, kapal, tonkang besar dan kecil hanya untuk penuhi ambisi dan hasrat kehidupan ekonomi, sosial dan spiritual manusia;
Aliran air mu gemerisik, ber riak-riak, bergelombang kesana-kemari bak gerak tarian penari perut India, akibat hilir mudik kendaraan air;
Engkau telah menghantarkan jutaan manusia dan bermilyar ton barang melalui air mu;
Engkau telah memberikan air mu untuk melepas dahaga manusia, hewan dan benda tak bernyawa lainnya;
Engkau telah bermurah menyediakan pangan dan sumber protein berupa berbagai jenis ikan buat mengenyangkan perut manusia maupun hewan lainnya;
Engkau telah memendamkan limbah dan sampah manusia ke dasarmu yang paling dalam;
Semuanya itu kau lakukan tanpa pamrih dan bersungut-sungut, kecuali, engkau ingin:
Manusia tetap menjaga dan memelihara tubuh dan air mu dengan baik;
Manusia tidak merusak sempadan dan mensodet-sodet tubuhmu;
Manusia tidak menjadikan engkau tong limbah dan sampah kotoran mereka;
Manusia memelihara dan memanen ikan-ikan indahmu mu secara seimbang dan berkelanjutan;
Manusia sadar bahwa tanpa keberlanjutan pengelolaan dan pemanfaatan mu, hanya kesengsaraan dan penderitaan lah akan mereka tuai di kemudian hari.

Palembang, Jum’at, 29 Juni 2018 
By Alue Dohong

Modul Pelatihan: Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut dengan Sumur Bor Sederhana Berbasis Masyarakat (ISBN 978-602-61026-5-2)





Saat ini belum banyak tersedia buku modul pelatihan pembangunan infrastruktur
pembasahan gambut khususnya sumur bor yang bisa akses maupun digunakan oleh khalayak masyarakat. Untuk itu Badan Restorasi Gambut melalui Kedeputian Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan telah menjawab kelangkaan ini dengan menuliskan modul pelatihan yang dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh khalayak pembaca umum. 


Buku Modul Pelatihan ini menyajikan materi pelatihan pembangunan infrastruktur pembasahan gambut sumur bor sederhana. Materi terbagi ke dalam dua bagian besar yaitu materi umum yang disajikan pada Bab 2, Bab 3 dan Bab 4; dan materi khusus tentang pembangunan sumur bor sederhana disajikan pada Bab 5, Bab 6, Bab 7 dan Bab 8. Buku modul ini ditulis oleh ahli dan praktisi yang memiliki pengalaman mumpuni bertahun-tahun di dalam membangun sumur di lahan gambut.
Silahkan buka tautan berikut untuk mengakses buku modul tersebut:
https://play.google.com/books/reader?id=hOUNIQAAAEAJ&pg=GBS.PA0

Seandainya Aku Burung atau Gantole (Puisi Gambut-1)

Seandainya aku punya sayap seperti burung atau gantole yang punya mesin!
Maka aku akan terbang melayang-layang dan berputar-putar diatas lahan dan hutan rawa gambut,
Aku akan melihat dan mendengar:
Apakah masih ada nyanyian burung Enggang yang merdu di dalamnya?,
Apakah masih ada Orangutan, Owa-owa dan Bekantan bersarang dan bergelantungan di atas pohonnya?,
Apakah ada raungan harimau berburu dan badak berkubang di alamnya?,
Apakah masih ada tersisa pohon Meranti, Ramin, Jelutung, Pulai, Belangiran berdiri kokoh di diatas tanahnya?,
Apakah masih ada air jernih yang berwarna kehitam emasan menghiasi tubuh air mu?
Apakah masih ada ikan Tapah, Betok, Gabus, Seluang beriak dan berenang-renang di dalam airnya?
Apakah...apakah...apakah manusia masih peduli dengan mu lahan dan hutan gambutku? Ataukah yang tersisa dalam benak dan fikiran manusia hanyalah ambisi untuk merusak dan memperkosa dirimu? 
Kita lihat sampai dimana batas sabar mu menghadapi ulah manusia yang penuh kemunafikan dan keserakahan terhadap eksistensi dan keberlanjutan mu dimuka bumi nusantara ini!.  

Jakarta, Minggu, 08 Juli 2018 
By Alue Dohong

Friday, June 29, 2018

Juice “Nenas Gambut Sepucuk”

Setelah tiba malam ini di Jakarta dari perjalanan ke Sumatera Selatan (Kota Palembang & Kab OKI) saya langsung membuat Juice Nenas Murni tanpa campuran lain kecuali sedikit es baru dan air sedikit.
Ini lah hasil juice nenas buatan saya tersebut yang saya beri nama “Juice Nenas Sepucuk”. Kenapa saya kasih nama itu, karena juice ini dibuat dari buah nenas yg dibudidaya oleh kelompok tani dengan tumpang sari dilahan gambut di daerah sepucuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Rasa nenas yang ditanam petani di sepucuk ini sangat khas dan manis segar, sangat berbeda dengan rasa nenas-nenas yang dibudidaya di daerah lain yang selama ini pernah saya cicipi atau juicenya saya minué.
Budidaya nenas ini di laksanakan oleh Poktan yang diketuai seorang prajurit TNI AD selaku Babinsa didaerah tersebut dan mendapat dukungan pendanaan dari program revitalisasi ekonomi (R3) BRG tahun 2017.
Buah Nenas Gambut Sepucuk
Menurut informasi ketua poktan bahwa dulunya lahan gambut di wilayah yang ditanami nenas terlantar dan selalu terbakar dan bahkan terbakar hebat pada tahun 2015.
Juice Nenas Sepucuk
Saat berbincang-bincang singkat dengan petani nenas saya menanyakan kira-kira nilai penerimaan bruto saat panen perdana buah nenas tersebut. Berdasarkan informasi yang disampaikan anggota Poktan bahwa panen perdana kemarin mereka berhasil memanen sekitar 25.000 buah nenas matang/hektar dgn harga per buah sebesar Rp. 3.000; (harga setempat) maka penerimaan bruto dari hasil penjualan perdana sebesar Rp. 70.000.000;/ha. Setelah saya tanyakan estimasi biaya produksi awal (biaya pembersihan lahan, bibit, pemberian decopomser, pemupukan & pemeliharaan diperoleh perkiraan biaya total sebesar Rp. 55.000.000;/ha, berarti ada keuntungan Rp.15.000.000;/ha. Penerimaan bruto dan keuntungan petani nenas untuk masa-masa panen berikutnya saya prediksikan lebih tinggi lagi karena biaya bibit sudah tidak ada (bibit diambil dari pohon nenas yang sekarang sudah ada) dan perkiraan frekwensi panen nenas dewasa (matang) bisa dilakukan sebanyak dua kali setahun (setiap 6 bulan sekali).
Paling tidak dua aspek positip penting dari kegiatan budidaya nenas di lahan gambut bagi para anggota poktan: pertama, ada sumber pendapatan baru bagi anggota dari hasil penjualan nenas; dan kedua, kemungkinan intensitas kebakaran gambut didaerah tersebut akan berkurang karena petani akan secara sukarela dan terpanggil untuk menjaga agar kebun-kebun nenas mereka tidak terbakar yang menyebabkan kerugian aset produksi.
Sementara tantangan yang dihadapi poktan saat ini adalah keterbatasan pemasaran, harga buah yang relatif rendah (Rp. 3.000;/biji) dan diversifikasi produk berupa pengolahan dan packaging nenas. Sementara ini pemasaran bersifat pasip-okalistik artinya pembeli dari luar yang datang dan dijual di pinggir jalan/di depan dumah.
Aspirasi para petani bahwa kedepan mereka butuh ketrampilan pembuatan produk turunan nenas dan packaging sehingga nilai tambah produk nenas bisa meningkat selain hanya menjual dalam bentuk buah saja. Semoga aspirasi para petani nenas ini bisa kita jawab dan dukung tahun ini dan seterusnya. 
Saat ini para petani nenas di sepucuk sedang giat-giatnya mulai membudidayakan nenas pada lahan-lahan yang terlantar secara swadaya dan menurut info bahwa sudah ada potensi lahan yang sudah dikelola masyarakat sekitar 400-an hektar disana, semoga semangat para petani dijawab dengan dukungan positip dari kita semua.

Saturday, June 23, 2018

Aku Sungai (Puisi Sungai Bagian-3)

Tubuhku berkelok-kelok elok bagaikan ular anaconda melingkari bumi,
Bibir pantaiku indah tak bercela bak bibir merah sang bidadari,
Pepohonan besar dan rindang tumbuh bebas disepanjang sepadanku,
Satwa terestrial dan avifauna bersemayam dan bernyanyi riang di pepohonan diatas sepadanku,
Air putih, bersih dan jernih mengalir melalui tubuhku dari pelosok hulu sampai tepi laut,
Aku mengalirkan air kehidupan dan bukan air bah bencana untuk semua mahkluk,
Ikan-ikan berkeliaran, bersendau gurau dan berlari kian kemari di kebeningan airku yang jernih bak warna Kristal putih,
Manusia menjadi sahabatku dan aku memberikan mereka sumber kehidupan, kesejahteraan dan kedamaian.

Ah…itu dulu, sekarang?

Semuanya telah sirna,
Semuanya tinggal sejarah dan kenangan belaka,
Semuanya hanya tercerita indah di buku-buku dan kanvas guratan pena tanpa realita,
Tubuhku yang indah telah terkoyak dan berserakan tak karuan karena ulah pemburu rente dan harta serakah manusia,
Sepadanku dirajang dan dihancurkan serta dimusnakan tanpa rasa dan iba manusia,
Pohon-pohon indahku ditumbang dan dirajang demi silap mata manusia yang rabun estika dan budaya,
Tubuhku dibuat epicentrum limbah dan sampah manusia tak beretika,
Kelokan tubuhku di codet, dibeton dan diiris-iris demi birahi kuasa dan harta manusia,
Ikan-ikan indahku diracun, disetrum dan di boom untuk usaha manusia durhaka pemuja dosa,
Diriku sering diidentikan sebagai pembawa bencana dan malapetaka dan durjana bagi manusia,
Padahal semuanya itu bukan akibat ulahku, tetapi perbuatan manusia yang memproklamir diri sebagai mahkluk paling saleh beragama, berilmu dan beretika.
  
Jakarta, Minggu, 24 Juni 2018
By Alue Dohong 

Short Interview with a Tourist from Australia on Pulau Padar NTT

On 7th July 2022 I visited Pulau Padar (Padar Island), one of the Islands in the Komodo National Park in Nusa Tenggara Timur Province. Pulau...