Tuesday, July 17, 2018

Aku Sungai Mantangai (Puisi Sungai Bagian-5)

Sejarah pernah mencatat bahwa aku lumbung ikan untuk se-kecamatan maupun Ibukota Kabupaten Kapuas;
Sejarah pernah mencatat bahwa aku pernah menjadi habitat buaya berwarna hitam maupun putih;
Sejarah pernah mencatat bahwa aku habitat hutan rawa gambut paling anggun dan elok, berdiri pohon-pohon besar seperti Ramin, Meranti, Jelutung, Belangiran, Pulai dan lain-lain;
Sejarah mencatat bahwa aku menjadi situs adat dan tempat pemujaan bagi sang Khalik dan para Dewa;
Sejarah pernah mencatat bahwa di bagian hulu ku terdapat Danau Air Hitam Bagantung nan luas, bersih dan berpenghuni para dewa;
Sejarah pernah mencatat bahwa satwa endemik dan karismatik Orangutan, Bekantan, Beruang Madu, Macan Dahan, Lutung menjadikan aku sebagai rumah idaman mereka;
Sejarah pernah mencatat bahwa masyarakat tempatan hidup sejahtera, gembira dan bahagia karena kebaikan alam ku.
Sampai kemudian mimpi buruk itu menghiggapiku;
Dengan mengatasnamakan mempertahan swasembada beras nasional;
Dengan mengatasnamakan pemerataan pembangunan;
Dengan mengatasnamakan pemerataan penduduk melalui transmigrasi;
Dengan mengatasnamakan pemberdayaan masyarakat lokal;
Dengan mengatasnakan pembangunan ekonomi daerah;
Proyek Pengembangan Lahan Gambut 1 juta hektar Namanya karya Orde Baru;
Proyek mercusuar miskin logika dan tanpa rencana matang tersebut menjandikan aku sebagai targetnya;
Tubuhku disayat-sayat dan disodet-sodet dan disambung kanal-kanal drainase raksasa berbagai ukuran, sehingga badanku kempes karena air gambut yang merupakan darahku keluar dan kering ;
Pohon-pohon berbagai jenis dan ukuran yang bertengger disepanjang sepadanku di ditumbangkan tanpa ampun dan kasih;
Satwa liar daratan dan perairan berlarian tunggang langgang menyelematkan diri dari kekejian tindakan perusakan ini;
Kini tubuhku penuh korengan, kering dan menjadi langganan kebakaran setiap tahun;
Para pembalak dan pencari rente terus-menerus mengoyak-ngoyak tubuhku;
Para sahabat satwa sudah enggan berdiam di sepanjang sepadanku;
Ikan dan satwa perairan sudah enggan berdiam di dalam airku yang terpolusi;
Kini kejayaaan dan keagungan ku telah sirna karna perbuatan laknat ciptaan Tuhan yang bernama manusia.

Mantangai (Kapuas, Kalimantan Tengah), Rabu, 11 Juli 2018 
By Alue Dohong

No comments:

Short Interview with a Tourist from Australia on Pulau Padar NTT

On 7th July 2022 I visited Pulau Padar (Padar Island), one of the Islands in the Komodo National Park in Nusa Tenggara Timur Province. Pulau...