Oleh: Alue Dohong
Pertanyaan sebagaimana judul tulisan ini mungkin terbesit dalam setiap benak warga masyarakat Kalimantan Tengah, dan pertanyaan tersebut terkesan sangat wajar untuk diungkapkan mengingat Provinsi dengan pamor kepemilikan dan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah ternyata tidak linear dengan kemajuan dibidang infrastruktur pembangunan (jalan, listrik, pelabuhan dan lain-lain) dan kondisi sosial ekonomi khususnya angka kemiskinan yang masih relatif tinggi kendati trend penurunan terjadi dalam kurun waktu empat tahun terakhir.
Untuk melihat sejauhmana keseriusan Pemerintah Pusat dalam membangun Provinsi Kalimantan Tengah, tentu kita dapat menelusuri lewat beberapa kebijakan dan proggram pembangunan yang pelaksanaan maupun pembiayaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, untuk dijadikan indikator dalam mengukur kadar keseriusan tersebut. Pada kesempatan ini, keseriusan tersebut mari kita nilai bersama melalui empat kebijakan dan program yang dianggap monumental dan signifikan dampaknya bagi keseluruhan masayarakat Kalimantan Tengah, sebagai berikut:
Pertama, penyelesaian revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Sudah hampir dua tahun sejak penyampaian usulan revisi ke Pemerintah Pusat, RTRWP masih belum tuntas hingga kini. Penulis masih ingat pada saat kunjungan Presiden SBY ke Palangka Raya awal tahun 2008, beliau sendiri berjanji akan mengecek dan menanyakan langsung ke Menteri Kehutanan penyelesaian revisi RTRWP Kalimantan Tengah dan berjanji bahwa RTRWP akan diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kenyataannya sudah satu tahun berlalu sejak janji tersebut diucapkan penyelesaian RTRWP justru tidak kunjung tiba. Kalaupun keterlambatan penyelesaian tersebut karena ada banyak persoalan yang mengganjal, mestinya Pemerintah Pusat pro aktif untuk mencari jalan penyelesaiannya sehingga tidak terkatung-katung seperti saat ini. Implikasi stagnannya penyelesaian RTRWP ini adalahnya mandegnya berbagai kebijakan dan program pembangunan di Kalimantan Tengah yang langsung dan tidak langsung terkait dengan ketataruangan. Keadaan ini dapat dimaknai bahwa Pemerintah Pusat dengan sengaja menghambat akserelasi pembangunan di Kalimantan Tengah, disaat semangat dan geliat pembangunan Kalimantan Tengah sedang tinggi-tingginya.
Kedua, pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2007 tentang percepatan revitalisasi dan rehabilitasi eks Proyek Lahan Gambut 1 juta hektar. Kita patut prihatin sekaligus sedih membaca dan mendengarkan berita di berbagai media cetak dan eletronik dalam minggu-minggu terakhir, ternyata komitmen pembiayaan Pemerintah Pusat terhadap implementasi INPRES tersebut masih dibawah 10%, padahal INPRES ini sudah memasuki tahun ke-tiga dan dengan tengat waktu tersisa kurang lebih dua tahun rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal bahwa Pemerintah Pusat akan mampu merealisasikan janjinya sebagaimana terdapat pada INPRES tersebut. INPRES No. 2 tahun 2007 di-ibaratkan sebagai macan kertas, karena Instruksi Presiden justru tidak dilaksanakankan dan diabaikan oleh Departemen terkait yang diperintahkan dalam instruksi ini. Implikasi negatif terhadap ekonomi, sosial budaya dan lingkungan akan terus dirasakan masyarakat Kalimantan Tengah yang ada di wilayah tersebut dengan ketidakseriusan Pemerintah Pusat menyelesaikan persoalan di eks PLG.
Ketiga, penyelesiaan trans Kalimantan Poros Selatan. Pemerintah pusat pernah berjanji bahwa trans Kalimantan Poros Selatan akan tuntas pada tahun 2009 dengan kualitas standard jalan nasional. Namun kenyataannya hingga kini masih banyak segmen atau bagian ruas jalan pada trans Kalimantan Poros Selatan yang masih dalam kondisi memprihatikan dan belum memenuhi standar kualitas jalan nasional. Penyebab utamanya tidak lain adalah komitpen pendanaan pusat yang masih kurang terhadap penyelesaian jalan tersebut. Implikasi negatif keterlambatan penyelesaian trans Kalimantan Poros Selatan tersebut tentu akan menghambat laju distribusi barang dan jasa serta manusia yang pada gilirannya akan memperlambatkan akserelasi pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Tengah.
Keempat, program pasokan energi listrik. Ironis memang, Pulau Kalimantan dengan julukan lumbung energi nasional justru kekurangan pasokan tenaga listrik dimana-mana dan bagi masyarakat Kalimantan Tengah mati-hidupnya listrik sudah merupakan rutinitas biasa, padahal setiap detik, menit, jam sumberdaya alam (termasuk batubara) terangkut keluar dari provinsi ini. Ketidakseriusan Pemerintah Pusat untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik khususnya di Kalimantan Tengah, misalnya, tergambar dengan terbengkalainya penyelesaian proyek pembangunan PLTU di Buntoi, Pulang Pisau seperti yang terungkap dalam pemberitaan di media masa dua minggu terakhir. Rasanya mustahil akan terwujud janji Pemerintah pusat bahwa PLTU tersebut akan selesai tahun 2009 ini.
Bercermin pada keempat indikator program pemerintah pusat yang dilaksanakan di bumi Tambun Bungai seperti diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Pusat masih sebatas kaya janji tetapi miskin bukti dalam membangun Kalimantan Tengah secara serius.