Friday, June 24, 2011

IMPLEMENTASI REDD, MASYARAKAT HARUS DILIBATKAN

LAST_UPDATED2 Selasa, 28 Desember 2010

Jika implementasi Program Reducing Emissions from Deforestation andDegradation (REDD) yang digagas pemerintah RI bisa tercapai, maka masyarakat sekitar harus dilibatkan secara maksimal.  Pelibatan masyarakat harus dari perencanaan, monitoring, dan evaluasi.

Demikian benang merah yang

bisa di tarik dari hasil Dialog dan Lokakarya kebijakan Program Perubahan Iklim, REDD dan Hak Masyarakat Adat, yang diselenggarakan Pemprov Kalimantan Tengah bekerja sama dengan Aliansi masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng, LSM HUMA, dan LSM Petak Danum di Aula Eka Hapakat, Kantor Gubernur Kalteng, Kamis-Jumat (16-17/12/2010).

Alue Dohong, dari Dewan Daerah perubahan Iklim (DDPI) Kalteng mengatakan, Peran Masyarakat Adat (MA) dalam konteks REDD agak sulit bila dalam bentuk tertulis, namun adanya pengakuan tanpa adanya normative dinilai akan berdampak positif.  “Salah satu solusinya adalah MA dilibatkan secara maksimal,” tegasnya.

Sementara ketua Centre for International Co-operation in Sustainable Management of Tropical Peatlands (CIMTROP) Universitas Palangka Raya Suwido H. Limin berpandangan, melihat dari tujuan program REDD secara teoritik sangat baik dan mulia, karena mempertimbangkan kepentingan dan kelangsungan hidup manusia dan stabilitas daya dukung alam.

Namun dia meragukan implementasi di lapangan bisa berjalan dengan baik.  Berdasarkan pengalaman selama ini berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan alam, teori kerap tidak dapat diimplementasikan sehingga tujuan pun tidak tercapai.

“Ini disebabkan adanya perbedaan konsep tentang kepentingan, keinginan, dan kebutuhan antar dunia internasional, nasional, dan regional,” katanya.

Sacara Nasional ada PERMENHUT No.30/ 2009 yang tidak menjamin masyarakat adat di daerah tanah Dayak dapat berperan dan terlibat dan berperan aktif dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis jasa lingkungan tersebut.  Walaupun pelaku REDD boleh masyarakat pengelola hutan hak adat, tetapi status hutan adat harus memiliki salinan SK menteri dan adat yang dapat diajukan untuk program REDD harus mendapat persetujuan menteri kehutanan.

PLT sekretariat daerah Kalteng Siun Jarias memiliki pandangan sama.  Dia menekankan agar kelembagaan adat harus diperkuat, di samping memperkuat kualitas sumber daya manusia.  Siun yang juga Sekretaris Majelis Adat Dayak nasional (MADN) ini mengungkapkan rasa keprihatinannya terkait persoalan tanah-tanah adat, yang menurutnya apakah menjadi milik perorangan atau status kepemilikan bersama.  “Ini terkait dengan pemanfaatan oleh warga kita,” katanya.

Mumu dari HUMA menyampaikan pandangan berbeda.  Menurutnya dalam program REDD, Masyarakat adat sangat rentan sebagai objek, ini karena belum adanya mekanisme pemberian dana itu secara langsung kepada masyarakat adat.  “Saat ini kementerian keuangan akan membuat rancangan mengenai hal ini, REDD akan masuk dalam keuangan atau administrasi Negara, bagaimana masyarakat lokal bisa mengakses ini, “katanya dengan nada Tanya.

Dia juga mengkritik program REDD yang menurutnya justru ada kebijakan lain yang bersifat deforestrasi.  Dia mencontohkan kebijakan pemberian izin untuk perkebunan besar swasta sawit.

Sumber : Tabengan. Sabtu, 18 Desember 2010. Halaman 4.

No comments:

Short Interview with a Tourist from Australia on Pulau Padar NTT

On 7th July 2022 I visited Pulau Padar (Padar Island), one of the Islands in the Komodo National Park in Nusa Tenggara Timur Province. Pulau...