Tuesday, April 21, 2009

Petani Punya Metode Tekan Kemasaman Tanah

Sumber: Kompas, Rabu, 22 Februari 2006
Palangkaraya, Kompas - Petani transmigran di daerah Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, ternyata memiliki cara pengelolaan gambut sehingga cocok dijadikan lahan pertanian sayur-sayuran dan palawija.

Bahkan, Kalampangan saat ini menjadi salah satu daerah penyangga sayuran bagi Palangkaraya. Selain diambil tengkulak, banyak petani yang langsung menjual hasil bercocok tanamnya ke Palangkaraya.

Kemasaman tanah

Marsudi, petani yang ditemui di Kalampangan, Selasa (21/2), menuturkan, metode pengelolaan gambut tersebut dulunya mereka temukan secara coba-coba sejak kawasan tersebut dibuka sebagai lokasi transmigrasi sekitar 25 tahun lalu.

Kendala bertani di lahan gambut, ujar Marsudi, adalah tingginya kemasaman tanah. Petani Kalampangan menurunkan derajat kemasaman ini dengan membolak-balik tanah, penebaran kapur, dan mencuci lahan.

Pencucian lahan ini dilakukan secara berangsur-angsur, yaitu mengandalkan curahan air hujan. Adapun saat kemarau, pengairan lahan dilakukan dengan menyedot air dari sumur. Dua unit sumur sedalam 12 meter dapat mengairi sekitar dua hektar lahan milik transmigran.

Berdasar pemantauan Kompas, di tepian lahan gambut Kalampangan terdapat parit-parit dengan lebar dan kedalaman sekitar 50 sentimeter. Melalui parit tersebut, air di lahan gambut keluar dan dialirkan ke parit pengeringan besar dengan lebar dan kedalaman sekitar satu meter, di setiap jarak 500 meter.

Melalui penjagaan aliran air semacam itu, kemasaman tanah di lahan Kalampangan sedikit demi sedikit dapat dinetralkan sehingga cocok sebagai lahan pertanian. Sempit dan dangkalnya parit di lahan-lahan gambut Kalampangan menjadikan kelembaban tanah tetap terjaga.

Pernah dicoba

Koordinator Program Wetlands International Indonesia di Kalimantan, Alue Dohong, menuturkan, metode pencucian lahan untuk menurunkan derajat kemasaman gambut ini dulunya juga pernah dicoba dilakukan saat Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar dicanangkan.

Kesalahan waktu itu, menurut Alue, parit yang digali di lahan PLG Sejuta Hektar berukuran terlalu besar dan dalam, serta ada parit yang membelah kubah-kubah gambut. Rata-rata parit yang membelah kawasan PLG lebarnya sekitar 14 meter, bahkan ada yang 30 meter, yaitu di bagian saluran primer induk.

”Akibatnya, air di kawasan gambut terkuras dan masuk ke parit dan kemudian terbuang ke sungai. Lahan eks PLG menjadi kering pada saat kemarau sehingga mudah terbakar. Di musim hujan terjadi banjir karena tidak ada vegetasi penahan air,” ujar Alue. (CAS)

No comments:

Short Interview with a Tourist from Australia on Pulau Padar NTT

On 7th July 2022 I visited Pulau Padar (Padar Island), one of the Islands in the Komodo National Park in Nusa Tenggara Timur Province. Pulau...