Thursday, July 14, 2022

Short Interview with a Tourist from Australia on Pulau Padar NTT

On 7th July 2022 I visited Pulau Padar (Padar Island), one of the Islands in the Komodo National Park in Nusa Tenggara Timur Province. Pulau Padar is one of the exotic and iconic nature tourism destination in Komodo and Flores Islands. Pulau Padar offers a very beautiful ocean and rocky mountain panoramas where domestic and international tourists can satisfy theirs desire by enjoying pristine ocean and hilly landscape in its beautiful state.

Hundred and even thousand tourists daily spend their valuable leisure time to enjoy and refresh their mind and soul and its all paid off with the nature beauty of the Pulau Padar.

Tourists are feel happy and express their satisfaction upon the uniqueness and beautifulness of Pulau Padar. Ingrid is among thousand tourists which expressed her deep impression about Pulau Padar when I did short interview her in occasion of my visit to the site. Her positive expression is presented in the YouTube: A.Dohong Channel below:

https://youtu.be/Dr1UOPfUNfc


            

Indah nya Labuan Bajo Kab Manggarai Barat Provinsi NTT

Kota Labuan Bajo ibukota Kabupaten Manggarai Barat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Sudan tidak diragukan lagi keindahan dań keasrian pemandangan alam nya. Lautan biru dan gugusan pulau-pulau dental lanskap daratan nya yang dinamik sudah tidak diragukan lagi bahwa Labuan Bajo merupakan World Class Tourism Destination dan sangat tepat sekali Pemerintah menetapkan Labuan Bajo sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) selain Danau Toba, Borobudur, Mandalika dan Likupang.

Kota Labuan Bajo merupakan hub bagi kunjungan wisatawan ke Pulau Komodo, Rinca, Flores dan Pulau Padar yang merupakan destinasi ikonik wisata alam yang ada di Taman Nasional Komodo.

Untuk menyaksikan keindahan Kota Labuan Bajo silahkan kunjungi link YouTube: A.Dohong Channel berikut ini:

https://youtu.be/8htumrhDkPE


https://youtu.be/-FFx9pza-gk


https://youtu.be/9iX9i6Sp1p8









  

Yang Perlu Anda Ketahui tentang Komodo

Sebagian kita hanya mengetahui bahwa Biawak Komodo (Varanus komodoensis) merupakan salah satu satwa purba endemis yang berasal dan terdapat di Pulau Komodo, Rinca, Flores di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).  Selama ini kita hanya sebatas tahu bahwa komodo merupakan biawak langka berukuran besar yang merupakan satwa asli di ekosistem beberapa pulau (seperti Komodo, Rinca, Flores) di NTT. 

Kita tidak tahu banyak tentang reproduksi telur komodo, kapan musim kawin nya, berata telur komodo yang berhasil menetas, kemana dan dimana anak komodo yang baru menetas dan berdiam pasca menetas, mengapa anak komodo harus sembunyi di atas pohon pada masa kanak-kanak nya dan apa saja yang dimakan anak komodo semasa bayi nya.     

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas silahkan kunjungan YouTube A.Dohong Channel di tautan bericht ini:

https://youtu.be/hUCMKBeG9z4



Tuesday, December 14, 2021

 Taman Wisata Alam Bukit Kelam Kabupaten Sintang

Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kelam berlokasi di Kecamatan Kelam, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Keindahan Bukit Batu Monolit yang diklaim sebagai bukit monolit terluas dan tertinggi di dunia. Potensi wisata yang bisa dikembangkan di bukit kelam antara lain hiking, panjat tebing (rock climbing), religious tourism dan kereta gantung (cable car).  

Untuk menyaksikan keindahan alam Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kelam di Kabupaten Sintang silahkan kunjungi link YouTube A.Dohong bericht ini: 

https://youtu.be/AMnPjHAhIg4




 TWA Kalibiru Kulon Progo Yogyakarta

Untuk menyaksikan keindahan Taman Wisata Alam (TWA) Kalibiru, Kulon Progo, Yogyakarta silahkan untuk menyaksikan video lewat link berikut ini:

https://youtu.be/2zelIa57VxY




Friday, February 05, 2021

Paper Perdana dengan Nilai Tertinggi (Sekolah Master di Inggris Part 7)

Paper atau makalah ilmiah merupakan salah satu komponen nilai terpenting dalam keberhasilan mengikuti mata kuliah atau course work di post graduate environmental management di School of Geography, UNINOT. Oleh karena itu setiap mahasiswa berusaha memperoleh paper ilmiah dengan nilai terbaik agar bisa memperoleh nilai kumulatif mata kuliah yang bagus di akhir semester. Setiap dosen pengampu matakuliah (ada mata kuliah yang diampu oleh lebih dari satu orang dosen) biasanya mempersyaratkan tugas penulisan makalah ilmiah sebagai bagian dari komponen penilaian kelulusan dari mata kuliah yang diampu. Sehingga nilai akhir suatu mata kuliah diperoleh dari penjumlahan kumulatif Nilai Makalah Ilmiah, Nilai Praktek Lapangan/Laboratoirum (kalau ada praktek), Nilai Ujian Tengah Semester (UTS) dan Nilai Ujian Akhir Semester (UAS). Setiap dosen pengampu mata kuliah umumnya saat itu menugaskan penulisan 1-2 makalah ilmiah untuk setiap mata kuliah yang diampu dengan durasi penyelesaian penulisan makalah antara 1-2 bulan diberikan kepada mahasiswa(i) yang kemudian di kirim (submit) ke dosen untuk dilakukan penilaian.  

 

Saya memutuskan strategi untuk berusaha mendapatkan nilai makalah ilmiah yang sebaik atau setinggi mungkin agar bisa mengatrol nilai UTS dan UAS yang biasanya dikerjakan dalam waktu sangat terbatas, membutuhkan kejelian dalam menjawab pertanyaan (questions) di lembar ujian dan diperlukan academic writing skill yang bagus. Peluang untuk mendapatkan nilai makalah yang bagus sangat memungkinkan karena waktu pembuatannya lumayan panjang berkisar 4-8 minggu per makalah, jadi ada waktu untuk menelusuri referensi atau rujukan yang relevan yang bersumber dari text books, scientific papers dan sumber-sumber rujukan lainnya untuk kebutuhan penulisan literature review dan kontekstual dari topik (subject) makalah ilmiah yang sedang disusun. Kemudian waktu penulisan yang lumayan longgar memungkinkan untuk merevisi berkali-kali draft paper yang sedang di susun berdasarkan runutan logis (logical sequences) yang meliputi judul, abstrak, introduksi, metode, hasil dan diskusi atau sering disingkat sebagai TAIMRAD (Title, Abstract, Introduction, Method, Result and Discussion) maupun dari sisi kedalaman dan keakuratan konten serta bahasa-nya.

 

Contoh Ilustratif Bentuk Karya Ilmiah (Academic Paper)

Singkat cerita salah satu professor pengampu mata kuliah memberikan tugas pembuatan makalah ilmiah kepada semua mahasiswa yang mengambil mata kuliahnya. Tugas ini merupakan tugas paper perdana yang diberikan oleh seorang dosen kepada seluruh kelas saat itu. Belum ada dosen pengampu mata kuliah lain yang memberikan tugas paper dikarenakan perkuliahan baru mulai kurang lebih satu bulan.  Setiap mahasiswa diberikan topik atau judul bebas yang dipilih sebagai topik makalah terkait isu pengelolaan lingkungan hidup baik global, nasional maupun lokal dan seingat saya kami diberikan waktu 4 minggu untuk menyampaikan (submit) makalah tersebut untuk dinilai oleh dosen yang bersangkutan. Saya saat itu memilih topik terkait pengelolaan hutan tropis khususnya terkait aspek deforestasi dan degradasi hutan tropis (Topik ini kemudian saya jadikan topik tesis master atau kalau di UNINOT disebut Dissertation untuk level master). Pilihan pada topik dikarenakan isu deforestasi dan degradasi hutan tropis sedang mulai trendi saat itu khususnya yang terjadi di Indonesia dan saya juga merasa sudah punya lumayan latar belakang pengetahuan dan wawasan (insight) dilapangan terkait isu tersebut sebelum saya memulai program Master di UNINOT.

 

Alkisah setelah sebulan pasca makalah tersebut diserahkan ke sang Professor pengampu mata kuliah, keluarlah hasil nilai paper tersebut. Ternyata nilai beserta makalah yang sudah diperiksa dimasukan ke dalam amplop tertutup atas nama masing-masing mahasiswa, kemudian di simpan ke dalam kotak laci (locker) dimana setiap mahasiswa(i) master saat itu dikasih locker tersendiri dengan nama masing-masing. Letak ruangan locker tersebut diruangan khusus dimana macam-macam surat, dokumen dan lain-lain yang diditujukan kepada seorang mahasiswa(i) umumnya diletak di locker tersebut. 

 

Sekitar pukul 09:00 pagi saat itu semua mahasiswa kelas kami sedang santai-santai dan bersendagurau atau asyik dengan kegiatannya masing-masind di teras depan ruang kelas karena sekitar jam 10:00 pagi akan ada perkuliahan. Tiba-tiba salah seorang mahasiswi semacam setengah berteriak kegirangan kearah kami semuanya yang lagi asyik dengan aktivitas ngobrol dan lain-lain sembari menunggu perkuliahan jam kuliah di mulai. “Our paper mark came out!!!..our paper mark came out!!!, I found my paper mark in a sealed envelope at my locker down there!! (Nilai makalah kita keluar!!!..nilai malakah kita keluar!!!, saya temukan nilai punya saya dałam amplop tertutup di loker kita dibawah!!)", timpalnya nampak sumringah. Jadilah kehebohan pagi itu karena semua mahasiswa rame-rame pergi ke ruang locker untuk mengambil dan melihat nilai makalah masing-masing yang tersimpan dalam amplop tertutup. 

Kehebohan terus berlanjut karena setelah itu para mahasiswa(i) saling menanyakan atau memperlihatkan nilai makalah yang didapat masing-masing. “How much did you get? (Berapa nilai yang kamu dapat?)”, tanya yang satu kepada yang lain, yang kemudian di jawab oleh yang ditanya “I got Sixty !! (Saya dapat nilai enam puluh)", kata yang ditanya sambil mengangkat lembaran paper beserta nilai yang diperoleh tinggi-tinggi. “How much did you get? (Berapa Nilai yang kamu dapat?)", tanya yang lain ke teman nya yang lain. “I got fifty five!! (Saya dapat nilai 55!!)", kata yang satunya lagi menjawab silih berganti…pertanyaan dan jawaban terus menggema dari terdengar menyebutkan nilai 50, 55, 60 dan 65. Dari semua yang sudah menyebut nilai paper nya ternyata nilai paper yang tertinggi yang terdengar oleh saya adalah 65. 

Untuk sejenak saya merasa gugup dan tidak punya keberanian untuk membuka amplop nilai yang saya miliki, karena takut jangan-jangan nilainya sangat jelek, bayangkan saja para “mahasiswa(i) lokal saja hanya mendapatkan nilai antara 55-65 saja, apalagi saya yang mahasiwa berasal dari negara lain”, gumam saya dalam hati. Namun karena kehebohan sudah mulai mereda saya dengan dada berdebar mulai memberanikan diri untuk membuka amplop nilai saya dengan pelan-pelan…”saya tarik lembaran paper saya dan terlihat jelas tertera angka 72 dalam lingkaran merah yang menandakan bahwa paper saya mendapat nilai 72. Angka 72 ini pun sebetulnya hasil revisi sebanyak dua kali yang dilakukan oleh sang dosen karena tulisan angka nilai pertama tertera 82, kemudian dicoret atau disilang; kemudian dikasih angka nilai 78 yang juga kemudian disilang merah kembali oleh sang dosen sebelum memberikan angka nilai 72 yang diberikan lingkaran merah sebagai nilai angka akhir (final). Hati saya bergetar dan biji mata saya hampir berlinang melihat angka 72 tersebut yang berarti nilai paper saya merupakan nilai tertinggi dari seluruh kelas yang sudah saya dengar tadi. Saya perlahan-lahan memasukan kembali paper tersebut ke dalam amplop dan bersikap seperti biasa-biasa saja dan tidak merasa jumawa serta tidak juga memberitahukan ke teman-teman lainnya.

 

Karena saya cuma diam dan bersikap biasa-biasa saja, salah satu rekan mahasiswa lokal kemudian menghampiri dan mendekati saya sambil bertanya: ”How much did you get Alue” (Berapa nilai punya mu Alue?)”, tanya nya. “Mine is good enough (Nilai saya lumayan baik)", jawab saya singkat. “No please tell me the precise mark!! (Tidak kasih tahu saya nilai persisnya)", desaknya. Saya kemudian menjawab singkat: “I only got 72 and here is the mark (Saya cuma dapat nilai 72 dan ini nilainya)", jawab saya sambil membuka amplop dan menunjukan ke dia nilai paper saya.  Kehebohan kembali terjadi karena teman ini setengah berteriak ke rekan-rekan lain ..”Alue got 72, Alue got 72 mark in his paper (Alue dapat nilai 72, Alue dapat nilai 72)", katanya ke rekan-rekan lainnya dengan nada sedikit meninggi. Mendengar hal tersebut sebagian besar rekan-rekan lainya nampak terdiam, seakan-akan tidak percaya dengar teriakan yang baru saja didengar masing-masing. “Let’s me see (Coba saya lihat)", pinta salah satu rekan lain sambil melihat angka nilai di paper saya, “I reckon you got the highest mark in our class (Saya kira nilaimu merupakan yang tertinggi di kelas kita)”, lanjutnya. “I think so (Saya kira juga begitu)', timpal yang lainnya. 

 

Kenyataan bahwa nilai paper saya merupakan yang tertinggi untuk seluruh kelas saat itu. Hikmah nilai tertinggi ternyata berpengaruh positip terhadap relasi saya dengan rekan-rekan mahasiswa lokal khususnya. Sebelumnya para mahaiswa(i) tempatan agak bersikap eksklusif, individualistik dan tampak “SOMSE” serta agak kurang mau bergaul dan berkumpul dengan para mahasiswa(i) asing. Memperoleh nilai paper perdana tertinggi ternyata mampu dan perlahan-lahan merubah sikap dan pandangan mahasiswa tempatan terhadap saya dan hari-hari berikutnya komunikasi dan relasi antar kami juga semakin baik, akrab dan penuh persahabatan.

Tuesday, February 02, 2021

Focus Group Discussion Pertama Yang Bikin Stress (Sekolah Master di Inggris Part 6)

Hari itu merupakan hari perdana saya mengikuti kuliah atau course work mata kuliah Foundations of Environmental Management di School of Geography UNINOT. Pengapu mata kuliah disaat pertama kali masuk kuliah langsung memutuskan membagi mahasiwa ke dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 5-6 orang per kelompok dengan diberikan tugas melakukan Focus Group Discussion (Kelompok Diskusi Terfokus) untuk membahas topik yang telah disediakan sebelumnya. Saya sendiri kebagian masuk kelompok yang beranggotakan 6 orang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Semua anggota kelompok saya merupakan mahasiswa (i) orang Inggris lokal Nottingham yang tulen alias asli atau native, sedangkan saya merupakan satu-satunya mahasiswa non-asli dan juga bukan dari negara yang bahasa ibu (mother tongue)-nya Inggris.

Alkisah mulai lah FGD kelompok kami dimana masing-masing orang diminta untuk mengemukan ide, gagasan, pendapat atau notion nya dalam diskusi terkait topik yang sudah dibagi oleh dosen pengapu kepada kelompok kami. Mulai lah satu per satu teman-teman sekelompok saya ini mengutarakan pendapatnya dalam bahasa Inggris dengan dialek lokal yang kental dan cepat sekali cara penuturannya. Setiap salah satu bicara saya terus terang maksimum hanya bisa menangkap dan memahami kira-kira 75-80% dari yang disampaikan, jadilah saya seperti orang bengong sendiri dengan senyam-senyum melihat rekan-rekan sekeliling saya hahaha 😀😀😀. 

Photo Source: http://blog.id.jobplanet.com/tips-menaklukkan-focus-group-discussion-fgd/

 

Setelah yang satu selesai mengungkapan pendapatnya, yang lain mencoba menanggapi atau memberikan komentar atau perspektifnya terkait gagasan yang disampaikan. Sementara saya kembali hanya terdiam membisu dan tidak memberikan komentar apa-apa hahaha 😂😂😂. Saat giliran masing-masing kelima rekan tadi selesai kemudian salah satu anggota menanyakan pendapat saya terkait topik dan tanggapan terhadap gagasan-gagasan dari teman-teman lainnya karena sedari tadi cuma berdiam diri dan tidak banyak bicara (padahal karena tidak banyak paham hahaha 😁😁😁). Saya kemudian hanya bisa berbicara singkat saja dan berkomentar bahwa pendapat teman-teman lainnya bagus-bagus semuanya, all very good notions, jawab saya singkat hahaha 😂😂😂. Mereka pun terlihat bengong dengan pernyataan singkat tersebut 😄😄😄. Padahal pujian saya tersebut hanyalah kamuflase karena alasan yang sebenarnya adalah saya tidak dapat menangkap secara utuh makna atau esensi poin-poin yang mereka sampaikan kerena ya tadi itu saya hanya mampu nenangkap atau menyerap 75-80% bahasa Inggris mereka 😀😀😀.

 

Setiap kelompok diminta oleh dosen pengapu untuk melaporkan dan meresume hasil FGD dan dipresentasikan bersama-sama dengan kelompok lainnya. Kami ber-enam mencoba merumuskan hasil FGD kami yang tentu saja hanya mereka berlima saja yang aktif merumuskannya sedangkan saya lebih pasif dan terasa minder karena faktor hambatan bahasa tadi (padahal sudah 6 minggu ikut PEAP lho hahaha). Lagi pula ide atau gagasan yang saya sampaikan saat diskusi tidak ada yang masuk ke dalam rumusan hasil, kemungkinan terjeleknya ya karena mereka berlima juga rada kurang bisa menangkap atau memahami bahasa Inggris saya dengan logat Indonesian style yang kental saat menyampaikan ide atau pendapat saat FGD tadi hahaha 😆😆😆. Disesi presentasi kelompok salah satu anggota kami mempresentasikan hasil kerja FGD yang kami rumuskan, kemudian dosen pengapu mata kuliah memberikan kesempatan kelompok lain untuk menanggapinya sebelum diakhiri komentar oleh sang dosen. Saat presentasi bersama kelompok pun kepala saya mulai senut-senut karena kondisinya saat dilakukan presentasi FGD antar kelompok juga sama rata-rata yang presentasi adalah mahasiswa lokal dengan dialek Nottingham yang kental, sehingga daya serap otak saya terhadap bahasa Inggris tutur mereka manjadi tidak maksimal hahaha 😅😅😅.

 

Setelah perkuliahan perdana berakhir rasa pening di kepala sayapun meningkat keras dan ada rasa down di mental sepertinya saya sedang mengalami stress karena terus mengingat kejadian saat FGD tadi. Sambil jalan saya terus merenung apakah saya akan bisa mengikuti dan berhasil dalam ujian mata kuliah yang saya ambil? Pertanyaan tersebut terus terngiang-ngiang sampai akhir nya saya tiba dikamar di kediaman. Ditengah-tengah kegundahan tersebut untung saya masih memiliki setitik semangat dan tekad bahwa saya harus rajin dan harus cepat beradapatasi dengan kondisi yang keras ini, khususnya dalam hal memahami bahasa Inggris aksen lokal Nottingham. Saya bertekad untuk membangun persahabatan dengan mahasiswa(i) lokal dihari-hari berikutnya agar proses adaptasi nya berlangsung cepat. Hanya dangan cara itu fikir saya dalam hati untuk bisa berhasil mengatasi hambatan komunikasi sekaligus dampak homesick yang sudah juga mulai menghantui.

Monday, February 01, 2021

Pesta Perpisahan (Farewell Party) PEAP dan Ekspektasi Makan Serba Gratis Yang Sirna (Sekolah Master di Inggris part 5)

Mengakhiri kegiatan Presessional English for Academic Purposes (PEAP) maka pihak Centre for English Language Education (CELE) mengundang peserta PEAP untuk hadir dalam acara pesta perpisahan (farewell party) yang dilaksanakan di salah satu bar/restoran di sekitar pusat kota. Mendengar kata pesta maka hati saya menjadi berbunga-bunga dan  penuh semangat untuk bergabung dan nimbrung dalam pesta perdana yang saya ikuti setelah tiba di Kampus UNINOT Inggris. Membayangkan berbagai macam jenis makanan dan minuman yang serba gratis menjadi motivasi kuat yang mendorong niat hati sehingga kegiatan ini wajib untuk saya hadir. Maklum harga-harga makanan dan minum di Nottingham saat itu bukan lah perkara murah untuk ukuran kantong mahasiswa yang pas-pasan seperti saya. Apalagi mengingat modal awal di saku yang cuma £200 saat tiba pertama kali di Nottingham kondisinya sudah mulai menipis dan mengkuatirkan. Dalam hati saya berucap “lumayan lah tidak perlu keluar uang se-penny pun untuk beli makan dan minuman untuk malam ini” 😁😁😁. Saking antusiasnya saya dedikasikan perut saya untuk tetap kosong dengan tanpa diberi sedikit pun asupan makanan dan minuman sebelum berangkat ke tempat acara. “Ntar kenyang duluan deh sedangkan makan dan minuman di pesta banyak ragam dan jumlah nya”, fikiran saya berkhayal.  

Setelah menyiapkan diri dengan pakaian yang agak rapi sedikit (maklumkan mau menghadiri pesta alias party gitu loh brow 😃😃😃) saya dan bersama tiga rekan dari Thailand, Jepang dan China pergi bareng untuk bergabung dengan peserta lain yang sudah menunggu di dalam mobil minibus yang disediakan oleh penyelenggara PEAP. Sejurus kemudian minibus meluncur ke lokasi tempat acara yang sudah diumumkan sebelumnya dan singkat cerita tibalah kami di lokasi dan disitu sudah tiba duluan para tutor PEAP yang sedang duduk-duduk dan juga ada yang berdiri sembari memegang gelas minum atau mengunyah makanan yang tersaji di depannya masing-masing. “Wah mereka sudah mulai makan dan minum nih” gumam saya dalam hati. Salah seorang pengelola PEAP kemudian menyambut dan menyapa rombongan kami sambil berucap singkat “Welcome everyone, please find anywhere to sit or stand whatever you like, and comfortable” (selamat datang semua, silahkan cari tempêta duduk yang diingini dan menurut kalian nyaman). 

 

Kami berempat kemudian mencari tempat duduk di satu meja bundar yang kursi-kursinya kebetulan masih kosong dan sepakat untuk nongrong disitu. Tak lama kemudian salah seorang pengeloa PEAP yang juga merupakan seorang tutor selama kegiatan kursus, berbicara:

 

Tutor: “Attention please, attention please guys (“mohon perhatian..mohon perhatian semuanya) pinta nya mimik muka sedikit serius. Kamipun menghentikan pembicaraan masing-masing untuk mendengar apa yang akan disampaikan si tutor. 

 

Dia kemudian melanjutkan: “Hi everyone, tonight is our farewell party, after we’ve been six weeks together with you all in the PEAP program, it’s time for us now to say good bye to each other” (“Hai semuanya malam ini merupakan pesta perpisahan kita, setelah hampir 6 minggu kita telah bersama-sama, maka saat nya untuk mengucapkan selamat tinggal untuk masing-masing”). I believe that everyone has to continue his or her study journey probably with different school and faculty” (Saya percaya bahwa masing-masing akan meneruskan studinya kemungkinan dengan jurusan dan fakultas yang berbeda) ujar nya menbambahkan. 

 

Kemudian mengakhiri sambutan singkat sang tutor berucap: “For and on behalf of  my other colleagues, I thank you all for your seriousness, active participation and patience during PEAP program in the past few weeks” (Untuk dan atas nama teman-teman tutor lainnya, saya mengucapkan terima kasih atas keseriusan, partisipasi aktif dan kesabaran anda-anda semuanya). I wish you all a very successful study and enjoy your stay here at the UNINOT, and enjoy the farewell party as well ” (Saya berharap anda semua sukses dalam studi dan nikmatilah selama tinggal di Uninot)",  ujar nya menutup sambutan singkatnya. 

 

Setalah sambutan dari perwakilan tutor tersebut selesai, saya bersama teman-teman kembali ngobrol ngarul ngidul lagi. Setelah hampir setengah jam berlalu, saya pun mulai bertanya-tanya di dalam hati: “dimana ya makanan dan minumannya di hidangkan?.” “Inikan pesta, seharusnya ada makanan dan minuman yang disediakan” gumam saya dalam hati. Sementara saya lihat sedari tadi tutor beserta rekan mereka yang lainnya bolak-balik ke meja bartender atau kasir mengambil makanan atau minuman yang sudah dipesan sambil merogoh kantong atau mengeluarkan dompet untuk memberikan uang ke kasir atau bartender yang sedang bertugas. 

Photo Source: https://www.nottinghampost.com/whats-on/food-drink/
nottingham-by-river-canal-pubs-1730454


Akhirnya karena perut sudah mulai mengamuk tanpa kompromi karena memang belum diisi sedikitpun sebelumnya, saya pun karuan iseng bertanya kepada rekan dari Thailand yang duduk disamping saya.

 

Saya: “Hi mate, do you see any food or drink stuffs that we can taste?” (“Hai kawan apakah kamu ada melihat makan dan minuman yang bisa kita coba rasakan?”)

 

Teman: “No I didn’t see any tables or corners provided with meals or drinks for us to taste” (“Tidak, saya tidak melihat ada meja-meja dan sudut-sudut ruangan yang menyediakan makanan atau minuman yang bisa kita coba”), timpalnya

 

Saya: “We are having party, aren’t we?” (“Kita sedang pestakan?”) tanya saya rada penasaran.

Teman: “Yes we are” (“ya betul”), jawabnya singkat dengan wajah agak keheranan penuh tanya juga.

Saya: “As we are having party, our meals and drinks supposed to be served, didn’t we?”(“Karena kita sedang pesta, mestinya makan dan minuman kita disediakan bukan”) tanya saya semakin penasaran.

Teman: “ I reckon too mate” (“saya kira juga gitu teman”), jawab rekan saya singkat.

 

Dua kawan kami semeja dari Jepang dan China pun sedari tadi juga tampak bengong sambil nengok kesana kemari. Akhir nya si kawan dari Jepang berdiri dan berjalan menuju menuju kearah tutor dan kawan-kawannya yang lagi sedang asyik menikmati makanan dan minum sembari bersenda gurau serta tertawa riang dengan nada suara yang semakin tinggi oktaf nya (mungkin juga karena pengaruh beberapa gelas bir yang sudah masuk ke dalam perut hahaha 😂😂😂). Saya perhatikan dari tempat duduk si rekan Jepang ini sedang ngobrol atau sepertinya sedang bertanya sesuatu kepada salah satu tutor kami.

 

Tidak lama kemudian rekan Jepang ini balik kembali kearah meja kami dan ternyata membawa berita yang agak mengejutkan dan kurang mengenakkan ditelinga

 

Teman Jepang: “They don’t provide any meals and drinks for us in this party” (Mereka tidak menyediakan makanan dan minuman untuk kita). “Our tutor said to me that if you want to have something to eat or drink, you have to order by yourself with the bartender or cashier desk, and please don’t forget to pay any meals or drink that you’ve ordered with your own money”, (Tutor kita bilang ke saya bahwa bila kamu ingin makan atau minum silahkan kamu pesan sendiri langsung di meja kasir, dan jangan lupa untuk membayar sendiri semua makanan dan minuman yang telah kamu pesan)”, ucapnya singkat. 

 

Mendengar informasi tersebut hati dan raga saya sedikit shock bagaikan kesentrum listrik atau kesabet halilintar hahaha 😂😂😂. Bagaimana tidak shock tadinya mengkhayal akan menikmati aneka ragam macam makanan dan minuman secara gratis semuanya menjadi buyar. Fikiran saya terus terbayang kalau di Indonesia yang namanya diundang dalam pesta sudah selalu pasti akan disuguhi makanan dan minuman yang sesuka kita  untuk menikmatinya tanpa ada kewajiban untuk membayar sepersen pun hahaha 😅😅😅. Nah rupanya di Nottingham budaya pestanya berbeda, kalau kita diundang ke suatu pesta di restoran atau bar maka siap-siaplah untuk bayar sendiri-sendiri terhadap makanan atau minuman yang dipesan. Karena umumnya tidak ada makanan atau minuman yang disediakan secara gratis oleh yang mengundang pesta, mungkin karena ada prinsip “No such a free lunch” (tidak ada makan siang yang gratis) hahaha 😂😂😂.

 

Akhirnya di pesta itu saya hanya berani memesan satu kaleng soft drink untuk diminum dan itupun harga nya sudah sangat mahal untuk ukuran dompet saya, karena yang jual minuman tersebut adalah bar/restoran  yang cukup beken di lokasi tersebut. Tidak lama kemudain pesta berakhir dan kami kembali ke kampus dan menghilang ke kamar masing-masing. Harapan terhadap pesta yang akan memuaskan rasa lapar dan dahaga akhirnya sirna seriring dengan malam yang semakin larut dan cuaca lumayan dingin yang menusuk tulang.

 

Pembelajaran yang didapati disini bahwa “kalau kita diajak oleh teman atau sahabat untuk pergi ke pesta atau makan pagi, siang atau malam di bar atau restoran di Nottingham, kita jangan berharap bahwa kawan atau sahabat tersebut akan mentraktir untuk bayar makanan atau minuman yang kita pesan, siap-siap saja untuk membayar sendiri” 😁😁. Budaya begini ternyata sangat 180 derajat berbeda dari budaya kita di Indonesia, yang kebiasaannya teman ngajak makan atau minum lah yang akan bayar”, hahaha 😆😆😆
.

Saturday, January 23, 2021

Kursus Bahasa Inggris Lanjutan di CELE (Sekolah Master di Inggris part 4)

Awalnya saya berfikir bahwa bahasa Inggris saya itu sudah hebat setelah menyelesaikan Pre-Departure English Language Course yang saya tempuh kurang lebih 1,5 bulan di the British Council Jakarta dan merasa siap untuk langsung ikut kegiatan kuliah (course work) bidang Environmental Management di School of Geography, the University of Nottingham (UNINOT). Maklum lah setelah selesai kursus saya merasa sudah sangat fasih dan lancar berbahasa Inggris dibandingkan dengan teman-teman sepergaulan yang standar bahasa Inggris nya juga pas-pasan di kampung hahaha 😀😀😀.
Pembelajaran pertama disini adalah “Dalam melakukan pengukuran kemampuan diri (khususnya dalam berbahasa Inggris) kita harus memiliki benchmark yang jelas dalam penilaiannya sehingga hasil ukurannya tidak bias”.
Saya pun sadar-sesadarnya bahwa kemampuan bahasa Inggris akademis saya masih sangat kurang, hal ini saya ketahui pasca memperoleh skor hasil test IELTS di akhir masa kursus di British Council yang berkantor di Widjojo Centre Sudirman Jakarta tersebut, dimana nilai yang saya peroleh betul-betul pas-pasan untuk memenuhi skor minimum IELTS yang di persyaratkan untuk studi program master di UNINOT. Bagaimana mau mengikuti kursus bahasa Inggris dengan serius dan memperoleh nilai IELTS yang tinggi dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan dan pas-pasan saat itu. Saat di Jakarta saya hanya mampu menyewa kamar kos kecil nan sempit di wilayah Bendungan Hilir Tanah Abang. Kamar kos tanpa ventilasi udara dan tanpa alat pendingin bahkan kipas angin pun tidak ada di kamar, menjadi faktor utama kurangnya konsentrasi dan keseriusan belajar. Hampir tiap malam tidak bisa tidur nyenyak dan selalu bermandi keringat sepanjang malam, akibatnya saat ikut kursus siang hari di ruang kelas British Council yang dilengkapi alat penyejuk (AC) dan ruangan yang nyaman rasa kantuk berat selalu menghampiri sehingga konsentrasi sering buyar saat mendengarkan dan menyerap materi-materi kursus dibawakan para tutor asli (native speaker) tersebut.
Dalam hati saya saat itu, "ini mau ikut kursus atau mau cari tempat tidur hahaha 😀😀😀"
.
Photo Source:https://www.nottingham.ac.uk/currentstudents/news/2017/why-is-the-trent-building-blue.aspx 

Singkat cerita, setiba di UNINOT saya kemudian diwajibkan terlebih dahulu untuk mengikuti Presessional English for Academic Purposes (PEAP) yang diselenggarakan oleh lembaga Centre for English Language Education (CELE) yang di punyai oleh UNINOT. Lama program PEAP saat itu kurang lebih 6 minggu. Kegiatan di PEAP sendiri bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan bahasa Inggris akademik dan kemampuan analitik bagi para peserta kursus khususnya bagi mahasiswa(i) yang berasal dari negara-negara yang bahasa ibu (mother tongue)-nya bukan berbahasa Inggris. Teknik dan pola penulisan karya ilmiah (scientific paper writing), laporan proyek (project report), penulisan proposal penelitian (research proposal) dan ketrampilan untuk mengerjakan tugas dan diskusi bersama (collaborative work) dan lain-lainnya diajarkan selama PEAP ini. 

Mengikuti program PEAP memberikan tantangan baru bagi saya, pertama, penuturan bahasa Inggris yang benar-benar asli (native) dengan logat lokal spesifik (Nottingham style) yang rada beda dalam hal aksen dari kebanyakan bahasa Inggris yang sebelumnya saya pernah dengar. Ditambah lagi pengucapan (pronunciation) kata atau cara bicara yang sangat cepat dan halus (smooth) sekali. Kedua, peserta kursus yang sangat didominasi oleh satu negara (saat itu Thailand) dalam satu kelompok. Akibatnya di luar ruang kelas kembali lagi para mahasiswa(i) dari Thailand ini selalu menggunakan bahasa ibunya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya, padahal berulang-ulang para Tutor kursus mengingatkan agar selalu menggunakan bahasa Inggris dalam berkomunikasi dengan sesama peserta selama program PEAP berlangsung baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Ketiga, hidup dalam suasana multicultural baru membutuhkan berbagai adaptasi baru dalam berkomunikasi, berinteraksi maupun dalam membangun relasi dengan teman-teman yang datang dari berbagai negara yang berlatar belakang suku bangsa, bahasa dan kultur yang berbeda-beda. 

Anyway, akhirnya setelah berlangsung 6 minggu kegiatan PEAP berhasil saya ikuti dan selesaikan dengan baik dan kepercayaan diri dalam menggunakan Bahasa Inggris tutur maupun tulisan di lingkungan universitas semakin membaik dan rasanya diriku siap untuk mengikuti kegiatan kuliah, diskusi, membuat tulisan ilmiah dan lain-lainnya. Namun dalam perjalanan berikut ada banyak kejutan-kejutan yang saya alami selama berlangsungnya masa perkuliahan yang akan diceritakan pada tulisan-tulisan berikutnya.

Sunday, January 17, 2021

Beli Fish and Chip(s) di Nottingham City Centre (Sekolah Master di Inggris part 3)

Ini masih di hari pertama sejak tiba di Student Accommodation Willougby Hall, the University of Nottingham (UNINOT). Hari sudah menjelang siang bahkan sudah hampir sore membuat perut yang tadinya belum diisi makanan semenjak pagi (kecuali makanan yang disediakan di pesawat) menjadikan perut pun terasa keroncongan alias lapar sekali. Dengan kebaikan dari teman satu kota di Palangka Raya yaitu Mas S dan Bang AJ (keduanya sedang studi PhD di UNINOT) saya diajak untuk pergi jalan-jalan ke pusat kota Nottingham atau Nottingham City Centre untuk cari makan siang sekalian memperkernalkan ke saya kondisi pusat kota serta bagaimana cara menuju pusat kota dengan transportasi umum. Kami bertiga sepakat naik bus ke kota dari halte di kampus yang lokasinya tidak jauh dari tempat hall dimana saya tinggal. 

Singkat cerita kami bertiga sudah ada di dalam bus yang sedang menuju kota dan setelah mendekati halte di city centre salah satu teman memencet tombol yang ada di dalam bus sebagai tanda bagi sopir bus bahwa kami akan berhenti dan turun di halte depan (teman saya mengingatkan saya kalau mau minta berhenti jangan lupa pencet tombol). Dengan cekatan namun pasti si sopir kemudian memperlahan laju bus, menepi dan menghentikan bus persis di halte bus pusat kota. Sekejap kemudian kami bertiga turun sambil mengucapkan thank you kepada sang sopir dan berjalan kemudian menuju kearah keramaian kota.

Pada saat perjalanan di dalam bus dari halte kampus UNINOT menuju pusat kota, kedua rekan telah mengingatkan saya tentang tata krama saat melakukan perjalanan dengan transportasi umum khususnya bus di Nottingham City. Pertama, pada saat bus masih bergerak dan akan berhenti jangan pernah berdiri dari tempat duduk apalagi sambil berjalan-jalan menuju kearah pintu bus. Tunggulah sampai bus benar-benar berhenti bergerak, dan baru kemudian kita berdiri dari tempat duduk kemudian berjalan menuju pintu keluar bus (sopir bus tidak akan berangkat atau menjalankan bus apabila penumpang yang akan turun belum benar-benar turun dan keluar dari bus). Kedua, saat akan keluar dan turun dari bus jangan pernah lupa untuk selalu mengucapkan terima kasih atau say thank you kepada sopir (hal tersebut merupakan sopan santun dan bentuk hormat yang paling hakiki kepada sopir di Inggris). Ketiga, jangan sekali-kali menduduki kursi di bus yang disediakan bagi orang lanjut usia (elderly people), orang kebutuhan khusus seperti orang cacat (disabled people), orang hamil (pregnant people) atau orang berkebutuhan khusus (people with special needs). Keempat, apabila ada orang lanjut usia atau anak-anak mau turun atau naik dari bus biarkan mereka turun atau naik terlebih dahulu baru kemudian kita yang turun atau naik. 

Setelah berjalan beberapa saat di area city centre, karena rasa lapar perut sudah tidak kompromistis lagi, maka saya memutuskan untuk membeli makanan yang kebetulan saat itu ada food stall yang sedang menjual ikan goreng dan kentang goreng atau dikenal dengan nama “Fish and Chips” disana. Nah disinilah pengalaman paling lucu namun paling berharga yang saya dapatkan dalam menggunakan Bahasa Inggris hahaha. Singkat cerita berikutlah dialog antara saya dengan di penjual “Fish and Chips”, ingat Chips pakai huruf “s”, bukan “chip” tanpa huruf “s”, yang selalu saya ingat seumur hidup saya hahaha 😆😆😆. 

Saya: “Hi can I have fish and chip please?” (saya bilang chip tanpa “s”). 
Penjual: “Sorry, what “fish and chip?” jawab si penjual heran. 
Saya: “Yes fish and chip please”, timpal saya dengan yakin seyakinnya hahaha 😀😀. 
Penjual: “Are you sure sir? Please say it again?” timpal si penjual dengan wajah penuh tanya. 
Saya: “yes fish and chip please” kembali saya yakin si penjual. 
Penjual: “Ok if you said “fish and chip”, it meant that you will buy “one fish” (sambil angkat satu potong ikan goreng) dan “one chip” (sambil ngangkat satu iris kentang goreng kecil). “Are you still sure with that? Dia minta konfirmasi ke saya. 
Saya: “Oh no..no one fish and many chips” jawab saya hahaha 😀😀😀. 
Penjual: “That’s why we called it here “fish and chips”, “chip” with “s”, NOT “chip” without “s” ujar si-penjual sambil tersenyum. 
Saya: “Oh ok I am sorry” timpal saya sambil menahan rasa malu yang sangat (masa calon mahasiswa master belum bisa membedakan antara “chips” dan “chip” hahaha 😂😂😂). 
Penjual: “Here you are sir, enjoy your meal and 2.25 pound please”, kata dia sambil meminta saya membayar “fish and chips” tersebut.

Setelah membayar dan mengucapkan thank you, saya kemudian saya pergi sambil menikmati “fish and chips” tersebut untuk mengisi perut yang sudah sangat lapar sembari mengingat-ngingat dialog antara saya dengan si penjual food stall yang sedikit memalukan.
Pembelajaran dari cerita ini bahwa penggunaan kata-kata dalam Bahasa Inggris harus tepat apakah kita pakai kata “tunggal atau singular” atau “kata jamak atau plural” agar tidak menimbulkan misinterpretasi saat berkomunikasi dengan orang lokal di Inggris
.

Saturday, January 16, 2021

Masuk Asrama Mahasiswa Willoughby Hall (Kuliah Master di Inggris Part 2)

Setelah menunggu hampir 45 menit di luar terminal bandara Birmingham yang bersuhu lumayan dingin disertai tiupan semilir angin yang agak keras membuat tubuh saya sedikit menggigil kedingian, akhirnya jemputan yang ditunggu-tunggu datang juga. Sahabat saya MS dan AJ (maaf saya hanya menyebut inisial untuk menjaga privasi mereka masing-masing) nun jauh dari area parkiran mobil bandara berjalan menghampiri saya sembari ngobrol asyik dan diiring senyuman manis mereka berdua. Setelah saling berjabat tangan dan basa-basi menanyakan kabar masing-masing kami bertiga berjalan kembali menuju kearah area parkiran mobil. Sekejap kemudian tas besar dan tas panggul saya masukan ke bagasi mobil milik si-MS (MS ini adalah mahasiswa dari Jerman yang sedang mengambil program PhD di Nottingham University). Sejurus kemudian MS memacu mobilnya keluar bandara birmingham menapaki jalan keluar bandara terus sampai memasuki highway untuk membawa saya bersama AJ menuju kampus impian Nottingham University. 

 Photo Source :www.geograph.org.uk/photo/598814

Sepanjang perjalanan saya banyak terdiam dan termenung sambil lirak-lirik kiri kanan melalui jendela kaca mobil sembari hati berdecak kagum menyaksikan keindahan dan kehebatan pemandangan lanskap sepanjang kiri-kanan highway yang kami susuri. Hamparan lahan pertanian, pengembalaan ternak nan-luas, jajaran pepohonan besar kecil tertanam rapi dan indah sejauh mata memandang, diselingi dengan bangunan-banunan tua bergaya arsitektur klasik-kuno, jajaran rumah di country sites yang elok dan asri semakin membuat jiwa dan hati saya terperosok jauh ke jurang kekaguman akan hebat dan maju nya satu negara yang bernama Inggris Raya yang dulu saya hanya ketahui dan baca lewat buku-buku geografi, sejarah, berita media eletronik dan cetak serta cerita dari mulut ke mulut. Sekarang yang saya rasakan dan alami bukan lagi sebatas impian dan lamunan melainkan suatu kenyataan, fakta dan faktual (“its real, its fact, not a day dreaming mate”). Menapakkan kaki di negeri Ratu Elizabeth II merupakan impian jutaan orang Indonesia tak terkecuali saya yang merupakan anak desa dan dari keluarga miskin ini.  

 

Sambil sesekali menimpali obrolan singkat sahabat saya MS yang menyetir mobil dan AJ yang duduk di kursi disampingnya, saya terus asyik masyuk menikmati sekaligus mulai memahami dalam hati dan fikiran bahwa inilah perbedaan negara maju seperti Inggris dan negara berkembang seperti negara dimana saya berasal. Perbedaan mencolok dalam hal tata kota, jaringan infrastruktur transportasi, pertanian, perternakan, industri, dan bangunan kuno dan modern yang bersatu-padu dalam tatanan landskap rapi, indah, cantik dan elok. Belum lagi budaya hidup yang disiplin dan tertib seperti terlihat dari cara berkenderaan di higway.  Selintas fikiran dan khayalan saya terbang kembali ke Jakarta yang terkesan sembrawut, macet dan tata kota yang jauh dari kesan rapi, indah dan bersahabat tempo itu. Bahkan khayalan saya pun terbang ke kota Palangka Raya, kota kecil dimana saya berasal dengan keterbatasan fasilitas dan infrastruktur yang sangat jauh tertinggal dibandingkan kota-kota lain di Indonesia palagi kalau dibandingkan dengan kota-kota di Inggris ini.

  

Tak terasa jarak tempuh sekitar 97 km antara bandara Birmingham-Kampus Universitas Nottingham ditempuh dengan tempo sekitar 1 jam 10 menit tuntas terlewati dan membangunkan saya dari lamunan, ternyata kami sudah tiba di gerbang utama kampus Nottingham University yang berlokasi di University Park NG7 2RD. Baru memasuki gerbang universitas tersebut saya langsung berdecak kagum dalam hati melihat kampus yang tertata rapi, elok dan indah dengan perpaduan berbagai jenis pepohonan, tumbuhan, lapangan rumput dan bunga-bungaan yang tertanam berjejer indah dan tertanam rapi bak di di dunia dongeng sepanjang jalan masuk ke area kampus. Lanskap kampus yang indah dan cantik yang dipadukan dengan berbagai gedung arsitektur klasik-modern menjadi satu…sambil excited dan berteriak dalam hati…amboi cantik, indah dan megah nian si calon kampusku gumamku dalam hati penuh semangat.

Tak lama kemudian si-MS membelokkan mobilnya menuju kearah bangunan agak tua bertingkat, saat memasuki bagian depan gedung, terlihat jelas terpampang tulisan: “Willoughby Hall”. Gedung itu merupakan nama bangunan akomodasi mahasiswa (student dormitory) dimana saya akan tinggal untuk sementara waktu dalam rangka program introductory dan pemolesan Academic English di CELE (Centre for English Language).

 

Setelah mengeluarkan barang-barang dari bagasi mobil, dengan diantar MS dan AJ saya kemudian masuk menuju ke bagian resepsonis dari gedung tersebut, kemudian saya menyapa petugas yang saat itu ada di ruangan:

 

Saya: “Hi good morning sir, how are you today?”.

Petugas: “Hi good morning, how are you and what can I do for you sir?”

Saya: “I have been informed by school staff that he’s registered for my accommodation here in this dormitory” (sambil memperlihatkan passport dan acceptance letter dari universitas).  

Petugas: “Ok, let me check out for you please” (sambil melihat lembaran daftar di depannya). “Oh yes your name is on the list”. “Ok, give me a moment to copy your passport and prepare a confirmed register form for you to fill in and sign up as well as a room key for you”. (jawabnya singkat).

Saya: “Ok thanks”, jawab saya sambil mencoba mencerna Bahasa Inggrisnya yang cepat dengan aksen lokal Nottingham yang rada beda dengan aksen Bahasa Inggris umum yang pernah saya dengar sebelumnya (culture shock pertama saya adalah memahami Bahasa Inggris dengan aksen lokal hahaha).

 

Hanya dalam waktu kurang dari dua menit si petugas membawa lembaran kertas untuk saya tandatangani dan kemudian menjelaskan tata tertib akomodasi, safety procedure gedung, termasuk jadwal makan pagi (breakfast) dan makan malam (dinner).

Tak lama kemudian si-petugas membawa saya menuju kamar di mana saya ditempatkan sambil membuka kunci kamar dia memberikan penjelasan singkat tentang fasilitas di kamar yang bisa saya gunakan selama menginap di situ (tempat tidur tunggal beserta kasur dan alasnya, meja belajar beserta rak-rak penyimpanan buku, lemari pakaian, tempat sampah). 

Dikoridor kamar saya ada 3 kamar lainnya, sehingga ada shared common facilities seperti kompor gas, kulkas, tempat sampah, dan tempat cuci yang bisa dipakai secara bersama-sama oleh penghuni koridor. Setelah menyerahkan kunci kamara, saya diajak menuju ruang shared common facilities, sambil mengatakan:

 

Petugas: “Now I’ll show you other facilities that you can use for free during you stay hereYou have to wash and clean everything after used, please keep clean the kitchen, sink and put all your rubbishes in the trash bins as appropriate”(tempat sampah terpisah antara sampah daur ulang dan tidak bisa di daur ulang yang tersedia di ruang dapur). Pelajaran pertama di hari pertama, proses pisah sampah sudah bagus di Universitas. 

 

Saya: “Ok find thanks”, jawabku.

 

Petugas: “This is a shared kitchen! You can use this kitchen share with other students in your corridor. But again please make its stay clean after used”, jelasnya singkat. 

 

Saat  menujukkan bak cuci dan membuka keran air sambil berucap si-petugas berucap: “this tap water is drinkable” (air keran bisa diminum langsung). Pembelajaran kedua di hari pertama, bahwa air keran di Nottingham bisa di minum langsung dan gratis hahaha (jadi tidak perlu minum air kemasan yang saat itu harganya sangat mehong alias mahal sekali di Inggris masa itu).

Kemudian dia menunjuk dan membuka kulkas besar di dekat dapur bersama sambil berujar: “this refrigerator is also shared with other students, you can store your meal and drink stuffs”, imbuhnya, yang saya jawab: “ok thanks”.      

 

Selanjutnya saya di ajak ke kamar mandi dan toilet yang juga shared common facilities untuk penghuni kamar di corridor yang saya tempati, sambil mengingatkan bahwa: “please keep the toilet is cleaned and dried always”, pintanya dengan mimik muka yang serius (jadi teringat kalau toilet di Indonesia toilet selalu basah dengan air muncrat dimana-mana di lantai hahaha, soalnya habis nyebok airnya keluar kemana-mana, jadinya basah deh semuanya hahaha). Pembelajaran ketiga di hari pertama, bahwa toilet di Inggris harus selalu kering, tidak disediakan keran untuk cuci-cuci pasca habis buang hajat atau air kecil di toilet seperti di Indonesia. Yang tersedia hanya kertas toilet (toilet paper), jadi hanya pakai itu untuk bersih-bersih habis buang hajat, kadang awalnya sih terasa tidak yakin bersih dan nir bau pasca buang hajat, apapalagi kalau pas mencret hahaha.

 

Dengan langkah lincah kemudian si-petugas ngajak saya menuju ke common room untuk breakfast dan dinner. Beliau berujar singkat: “you will have your breakfast and dinner every day during you stay here!”, “You will see many of your friends will have breakfast and dinner at the same time”,  yang saya jawab singkat: “Ok fine thanks”. Diruang lain didekat common room tersebut ada 2 meja bilyar, sambil menunjuk kea rah itu dia berujar: “you can play billiard there with your friends during your free time with no cost” alias gratis ujar nya.  

 

Berikutnya si-petugas ngajak saya ke fasilitas mesin cuci (laundary facilities) berbayar, sambil berkata: “These are laundry machines which you can use for washing your clothes, but you have to pay with coins”, “Ok fine thanks you” timpal saya singkat. Kemudian kami berdua berjalan menuju ke luar gedung dibagian belakang, dia menunjukan ada lapangan tenis, lapangan bola dan kolam renang, sambil berujar singkat: “those facilities you can used for free while you stay here”, “Ok thanks” sahut saya singkat (takut ngomong panjang-panjang takut si-petugas kurang paham yang saya maksudkan dan saya juga takut tidak paham dengan omongan Bahasa Inggris nya yang cepat dan dengan logat lokal yang sangat spesifik hahaha).

 

Teakhir dia berucap: “that’s all informatyion for now, any question?”, ‘No thank you”, timpal saya. “Anyway, if you have any question please do not hesitate to contact us at the front reception”, “enjoy your stay here” tambahnya, yang kemudian saya timpali “many thanks for kind help and explanation you’ve given”. Si-petugas kemudian kembali ke ruang resepsionis sedangkan saya berjalan kembali ke kamar saya. 

Sejurus kemudian saya menghempaskan tubuh diatas kasur tempat tidur berukuran kecil di kamar tersebut sambil menerawangkan mata menuju keatas langit-langit kamar sambil berucap syukur dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasihnya hari ini sehingga saya sudah tiba di kampus impian. Hari pertama yang terasa panjang dan sangat melelahkan, namun “my expectation and imagination are paid off”.

Sunday, September 22, 2019

Tantangan Restorasi Ekosistem Gambut Indonesia

Oleh: Alue Dohong, PhD

1.     Pendahuluan

Indonesia pada berbagai kesempatan di forum international menyatakan kebanggaan sebagai pemilik lahan gambut tropis terluas di dunia. Kebanggaan ini menjadi sangat beralasan karena negeri ini memiliki lahan gambut seluas kurang lebih 14,9 juta hektar (Ritung S dkk, 2011). Secara spasial penyebaran utaman lahan gambut di Indonesia terkonsentrasi di tiga pulau besar yaitu Sumatera (6,44 juta ha), Kalimantan (4,78 juta ha) dan Papua (3,69 juta), dengan klasifikasi ketebalan kurang dari 3 meter (<3meter 3="" 9="" dan="" dari="" ha="" juta="" lebih="" meter="" seluas="">3 meter) seluas 5,30 juta ha (35,60%)(Wahyunto dkk, 2016).
Kendatipun merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap gangguan antropegenik maupun alam, ekosistem gambut di Indonesia merupakan aset ekonomi dan lingkungan bagi bangsa Indonesia. Ekosistem rawa gambut memberikan nilai dan jasa ekonomi seperti penyediaan sumber kayu dan non-kayu, air bersih, perikanan dan lain-lain, dan juga menyediakan jasa lingkungan seperti penyimpanan cadangan karbon, pengendali banjir, pencegahan instrusi air laut, regulasi iklim lokal, regional dan global. Disamping itu ekosistem gambut juga menyimpan kekayaan hayati berupa satwa dan tumbuhan endemis dan karismatik yang tidak ditemukan di eksositem lain dan wilayah ecoregion lain. Orang utan, bekantan, harimau adalah contoh satwa endemik dan ikonik ekosistem gambut. Karena itu sangat tidak berlebihan kalau ekosistem gambut merupakan aset ekonomi dan lingkungan unik yang dimiliki bangsa Indonesia.
Namun kebanggaan kita terhadap luasan gambut, tidak diiringin dengan kemampuan kita untuk memproteksi, mengelola dan memanfaatkannya secara bijaksana dan bertanggung jawab. Hampir lebih dari 50% lahan dan hutan rawa gambut kita mengalami degradasi dari skala sedang hingga berat. Pemacu utama degradasi dari ekosistem gambut tersebut diakibatkan kegiatan pembalakan, konversi ke pertanian dan industri perkebunan skala besar, pembangunan jaringan drainase masif tanpa aturan dan kebakaran yang berulang hampir setiap tahun (Dohong, A dkk, 2017). Degradasi ekosistem gambut di Indonesia berimplikasi pada kerugian ekonomi, kesehatan, dan lingkungan yang sangat besar. Bank Dunia pada tahun 2016 mengestimasi lebih kurang 2,6 juta ha lahan dan hutan Indonesia terbakar (33% nya merupakan gambut) dan menyebabkan kerugian ekonomi mencapai US$16.1 milyar (serata Rp. 221 triliun) yang dialami oleh bangsa Indonesia akibat satu peristiwa kebakaran besar tahun 2015 (World Bank, 2016).
Agar ekosistem gambut tetap menjadi aset ekonomi dan lingkungan bagi bangsa Indonesia, maka kebijakan untuk tetap melindungi hutan rawa gambut primer tersisa dan melakukan kegiatan restorasi gambut yang mengalami degradasi adalah keharusan dan keniscayaan agar Indonesia terhindar dari kerugian ekonomi, sosial, kesehatan dan lingkungan yang lebih besar dari tahun ke tahun. Restorasi gambut merupakan suatu upaya aktif dan sistematis untuk memperbaiki kondisi hidrologis, tutupan vegetasi dan sosial ekonomi masyarakat agar nilai dan fungsi ekosistem gambut tetap terjaga secara maksimal dan berkesinambungan.
Restorasi ekosistem gambut yang sudah terganggu dan terdegradasi adalah proses panjang dan memerlukan pendekatan kebijakan, teknis dan sosial secara holistik dan terintegrasi agar hasilnya maksimal. Disamping itu melakukan restorasi gambut dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah secara fisik-lingkungan, biologis, hidrologis, teknis, kebakaran berulang, dan sosial budaya.
Tulisan ini mendiskripsikan dan mengulas tantangan dalam merestorasi ekosistem gambut terdegradasi di Indonesia.       

2.     Pendekatan Pengelolaan Ekosistem Gambut di Indonesia

Ekosistem gambut merupakan kesatuan dan keterhubungkaitan yang erat antara 3 (tiga) elemen pokok yaitu hidrologi (air), vegetasi (tumbuhan) dan substrat gambut (tanah gambut). Dalam kondisi alami (primer) dan tidak terganggu hubungan ketiga elemen tersebut sangat solid dan saling mendukung dalam satu kesatuan ekosistem yang solid dan utuh. Salah satu saja dari ketiga elemen pokok tersebut diatas mengalami gangguan maka mulai lah ekosistem gambut tersebut mengalami degradasi.
Secara hidrotopografis, ekosistem gambut umumnya terbentuk diantara dua sungai dan berada dan terakumulasi di belakang sungai dalam kondisi kekurangan oksigen, jenuh air dan unsur hara yang sangat terbatas (miskin). Kondisi air yang sangat masam membuat tidak banyak bakteri pengurai yang mampu bertahan hidup sehingga terjadi proses penumpukan bahan organik akibat proses pelambatan pelapukan berpuluh bahkan sampai ribuan tahun. 
Kunci pokok bekeradaan dan keberkanjutan ekosistem gambut adalah hidrologi atau air. Input air utama pada gambut ombrogen hanya berasal dari air hujan yang miskin unsur hara (Redyn & Jeglum, 2013), sementara gambut topogen umumnya mendapatkan asupan air yang berasal dari curah hujan dan masukan air dari sistem pasang surut, sehingga umumnya gambut topogen relatif lebih subur dari ombrogen. Kondisi hidrologi yang stabil tanpa gangguan membentuk kesatuan sistem yang disebut dengan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). KHG akan mengalami kesetimbangan air (water balance) secara otomotis baik pada musim kemarau maupun musim hujan sepanjang tidak ada gangguan terhadap aspek hidrologis, vegetasi dan tanah gambut yang ada.
Dengan memahami KHG tersebut, maka seyogianya pendekatan perlindungan, pengelolaan dan pemanfaaatan ekosistem gambut di Indonesia mengacu pada sistem KHG dan prinsip kesetimbangan air (water balanceprinciple) yang ada di ekosistem gambut tersebut. Pengetahuan dan informasi tentang sistem KHG dan kesetimbangan air pada ekosistem gambut baik yan masih utuh (primer) maupun yang sudah terganggu mutlak diperlukan di dalam menyusun perencanaan dan pengelolaan ekosistem gambut baik pada fungsi budidaya maupun lindung. Informasi tentang vegetasi dan substrat gambut juga menjadi informasi pokok yang harus di miliki di masing-masing KHG.

3.     Pengertian, Pendekatan dan Teknik Restorasi Gambut

Restorasi gambut dapat dimaknai sebagai upaya aktif dan sistematis untuk memperbaiki kondisi hidrologis, tutupan vegetasi dan sosial ekonomi masyarakat agar nilai dan fungsi ekosistem gambut tetap terjaga secara maksimal dan berkesinambungan. Oleh sebab itu pelaksanaan restorasi gambut harus dilakukam secara sistematis dan terintegratif melalui langkah-langkah pokok, yaitu: perencanaan, implementasi intervensi restorasi, pemantauan dan pelaporan, serta eveluasi keberhasilan.
Implementasi restorasi gambut harus mengacu pada pendekatan yang berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang memperhatikan prinsip kesetimbangan air (water balance) yang ada pada KHG tersebut. Gangguan hidrologis gambut akibat pembangunan infrastruktur pengeringan gambut seperti kanal dan parit menyebabkan simpanan air yang ada di ekosistem gambut mengalami pengeluaran (outflow) yang berlebihan sehingga kesetimbangan air di KHG mengalami gangguan yang signifikan yang berakibat pada penurunan muka air gambut (ground water table), yang pada gilirannya berimplikasi pada pengeringan lahan gambut tak balik (irreversible drying), percepatan laju subsidensi dan dekomposisi gambut. Gambut yang dalam kondisi terdegradasi akan sangat rentan kebakaran setiap tahun yang menyebabkan kerugian ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat besar yang harus ditanggung negara dan rakyat Indonesia serta berkontribusi pada laju emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim global.
Dalam kaitannya dengan restorasi hidrologi gambut, maka pendekatan dengan sistem tertutup (closed system) merupakan keharusan dan niscaya untuk diterapkan. Pendekatan tertutup dimaksudkan bahwa seluruh kanal-kanal drainase terbuka yang menguras air gambut keluar dari ekosistem gambut (KHG) harus di intervensi tanpa kecuali guna mereduksi dan menimalisir laju aliran air keluar dari ekosistem gambut yang dapat menggangu kesetimbangan hidrologi yang ada. Pendekatan parsial dengan menyekat sebagian kanal sementara membiarkan bagian kanal-kanal terbuka lainnya di KHG tetap terbuka (tidak di sekat) akan menyebabkan upaya restorasi hidrologi gambut tidak berjalan dan berdampak optimal.  
Implementasi restorasi ekosistem gambut yang terdegradasi dapat dilakukan melalui pendekatan teknis, ekonomi dan sosial. 
Pendekatan teknis meliputi pembasahan kembali gambut (peat rewetting) dan revegetasi (revegetation) lahan gambut terbuka dan miskin tutupan vegetasi. Teknik pembasahan kembali gambut dapat dilaksanakan via pembangunan infrastruktur pembasahan gambut (rewetting infrastructures) seperti sekat/tabat kanal (canal blocking), penimbunan kanal (canal backfilling), sumur bor (deep well) atau teknik-teknik lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan (Dohong, A dkk, 2017). Sementara revegetasi gambut dapat dilaksanakan melalui kegiatan pemulihan tutupan lahan yang bersifat aktif maupun pasif (Sitepu & Dohong, A, 2019). Tindakan revegetasi bersifat aktif dapat dilakukan melalui kegiatan perbanyakan dan penyebaran sumber benih, penanaman secara maksimal dan penanaman pengkayaaan (enrichment planting), sedang tindakan yang bersifat pasif berupa maksimalisasi regenerasi alami dengan mencegah faktor-faktor penghambat keberhasilan regenerasi alami seperti kebakaran, pencegahan gulma penggangu dan spesies invasif.
Pendekatan ekonomi dapat dilakukan sebagai sistem pendukung kegiatan restorasi hidrologi dan vegetasi, melalui pengembangan sumber mata pencaharian yang ramah gambut dan bijaksana. Jenis pengembangan sumber mata pencaharian dapat dikembangkan berdasarkan 3 (tiga) basis yaitu berbasis lahan (land-based), berbasis air (water-based) dan berbasis jasa lingkungan (environmental service-based) (Dohong, A dkk, 2017). Pengembangan sumber mata pencaharian berbasis lahan dapat dilakukan dengan membudidayakan spesies tanaman sumber penghidupan yang ramah gambut basah dan lembab. Jenis spesies ramah gambut basah sering disebut dengan tanaman paludikulture (paludiculture)(Wichtmaan, W dkk, 2016)    
Pendekatan sosial dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang manfaat dan pentingnya restorasi gambut untuk keberlanjutan hidup manusia dan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Pendekatan sosial juga dimaksudkan untuk meningkatkan tanggung jawab sosial masyarakat baik secara individu maupun kolektif untuk selalu menjaga, mengelola dan memanfaatkan ekosistem gambut secara berkelanjutan dan bijaksana serta mendukung upaya restorasi gambut. Kegiatan peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan penyadaran dilakukan melalui edukasi dan sosialisasi pada seluruh pemangku kepentingan. 

4.     Tantangan Restorasi Gambut di Indonesia

Restorasi ekosistem gambut bukanlan pekerjaan instan melainkan proses panjang yang dalam pelaksanaannya dihadapkan pada berbagai tantangan fisik-lingkungan, hidrologis, biologis, sosial-ekonomi, kebijakan dan institusi (Dohong, A, 2016; Dohong, A, dkk, 2017) Secara singkat tantangan-tantangan ini diuraikan pada bagian berikut ini.

4.1   Tantangan fisik-lingkungan

Gambut terdegradasi akibat pembangunan kanal drainase berlebihan, penebangan dan pembersihan vegetasi dan kebakaran berulang telah menyebabkan perubahan kondisi fisik dan mikro-topografi gambut (Dohong, A, 2016). Perubahan fisik dan mikro-topografi menjadi tantangan utama yang harus diatasi apabila keberhasilan regenerasi dan revegetasi hutan rawa ingin tercapai secara maksimal.  Perubahan iklim mikro, fluktuasi hidrologi, oksidasi gambut dan kebakaran berulang juga berdampak pada peningkatan laju subsidensi gambut, pengeringan tak balik dan peningkatan resiko dan luasan genangan (banjir). 
Penebangan dan pembersihan vegetasi tutupan hutan rawa gambut berakibat pada peningkatan bukaan kanopi yang menyebabkan peningkatan intensitas pencahayaan matahari, penurunan kelembaban gambut dan peningkatan evaporasi, yang pada gilirannya berimplikasi pada peningkatan suhu permukaan tanah gambut. Peningkatan suhu permukaan gambut kemudian dapat mempengaruhi kelembaban gambut, evapotranspirasi, dinamika dekomposisi dan karbon dan kesetimbangan hidrologi gambut.
Pembangunan jaringan drainase pengeringan gambut secara masif dan serampangan memperkuat oksidasi dan peningkatan pengamblesan gambut yang disebabkan oleh penurunan muka air tanah gambut (Rydin & Jeglum, 2013). Pengamblesan gambut berdampak pada perubahan mikro-topografi dan hidrologi yang mempengaruhi efektifivitas pemulihan hidrologi dan vegetasi (Applegate dkk, 2012). Selanjutnya gambut yang telah terdegradasi akan beresiko tinggi terjadinya kebakaran berulang yang menyebabkan pengikisan dan penghilangan lapisan gambut dan perusakan terhadap vegetasi penutup kayu dan non-kayu yang sudah ada akibat kebakaran. 

4.2   Tantangan Hidrologi

Kebakaran berulang dan perubahan kondisi hidrologi merupakan tantangan utama yang harus diatasi apabila ingin restorasi vegetasi gambut berhasil. Gangguan terhadap kesetimbangan hidgrologi alami yang disebabkan oleh pembangunan drainase berlebihan di lahan gambut merupakan titik awal degradasi gambut. Praktek-praktek pertanian dan perkebunan berskala besar yang berbasis drainase menyebabkan pengurasan air secara besar-besaran dari ekosistem gambut yang menyebabkan muka air gambut mengalami penurunan drastis khususnya pada musim kemarau. Akibatnya, gambut yang lebih dari 50% adalah bahan organik kasar menjadi sangat rentan terbakar.
Selama musim kemarau panjang ekstrim (El Niño) lahan dan hutan rawa gambut terdegradasi menghadapi kekurangan dan difisit air, kondisi ini diperparah lagi oleh jaringan drainase pengeringan yang mengakibatkan muka air gambut turun drastis dan memperdalam area lapisan oksidatif permukaan gambut (acrotelm). Defisit air akan berefek pada tingkat pertumbuhan dan kematian beberapa benih dan anakan tanaman hutan yang tidak toleran terhadap suhu panas yang tinggi pada musim kemarau panjang. Hal serupa juga terjadi akibat drainase berlebihan menyebabkan kerusakan sifat fisik tanah gambut yang menyebabkan gambut rentan mengalami kering tak balik dan daya tolak menyimpan air (hydrophobic). Defisit air pada musim kemarau juga menyebabkan restorasi hidrologi gambut efektififitasnya tergangggu karena tidak ada masukan (input) air kedalam kesatuan hidrologi gambut.
Disamping faktor defisit air pada musim kemarau, tantangan restorasi gambut juga terjadi pada musim hujan ekstrem (La Niña)berupa banjir dan tergenangnya beberapa wilayah ekosistem gambut akibat masukan (input) air yang cukup banyak pada musim hujan ekstrem tersebut. Kondisi banjir dan genangan berlebihan dapat menganggu sifat fisik tanah gambut dan vegetasi. Banjir dan genangan yang lama dapat menyebabkan tingginya deplesi tanah gambut yang terbawa arus dan menyebabkan polusi perairan berupa karbon organik terlarut (dissolved organic carbon), sementara, itu banjir dan genangan yang lama dapat menganggu daya hidup vegetasi karena banyak spesies tumbuhan kayu dan non-kayu yang bisa mengalami kematian akibat tidak toleran terhadap genangan air yang lama.     

4.3   Tantangan Biologi

Tantangan biologi restorasi vegetasi gambut adalah kemunculan spesies kayu dan non-kayu yang invasif dan agresif. Kehadiran spesies paku-pakuan dan gulma pasca dibukanya lahan gambut dan kebakaran lahan dan hutan gambut menyebabkan tantangan yang tidak ringan bagi upaya restorasi/pemulihan hutan rawa gambut. 
Pertumbuhan dan perkembangan paku-pakuan dan gulma invasif dan agresif menghalangi sinar matahari, meningkatkan naungan dan kompetisi unsur hara yang menyebabkan bibit tanaman dan anakan spesies hutan rawa gambut endemis sulit mengalami regenerasi dan pemulihan. 
Tantangan lain restorasi vegetasi gambut yang sudah terdegradasi adalah kelangkaan sumber benih alami dan agen penyebar benih (seeds dispersal agent). Hutan rawa gambut yang sudah di balak dan di konversi sudah pasti pohon tegakan indukan alami banyak yang sudah mati, langka dan hilang. Akibatnya sumber benih alami yang disediakan oleh pohon indukan menjadi sulit diperoleh sehingga proses renegerasi alami vegetasi terhambat, dus proses pemulihan vegetasi juga terganggu. Agen penyebar benih di ekosistem gambut dapat berupa satwa, air dan udara. Satwa seperti burung, orang utan, bekantan dan mamalia lainya sangat berperan dalam penyebaran benih alam hutan rawa gambut. Namun demikian, kebaradaan satwa penyebar benih endemis ini sangat tergantung pada kualitas hutan rawa gambut sebagai rumah dan sumber kehidupannya. Kondisi lahan dan hutan rawa gambut yang sudah terdegradasi sudah barang tentu akan menghambat kegiatan penyebaran benih melalui agen satwa ini, sehingga pada gilirannya menyebabkan proses revegetasi alami dan pemulihan habitat hutan rawa gambut terganggu. Penyebaran melalui angin dan air juga tidak banyak membantu apabila pohon indukan alam benih tidak banyak tersedia di alam. 
Perlindungan hutan rawa gambut primer yang tersisa merupakan suatu kewajiban dan keniscayaan apabila proses pemulihan hutan rawa gambut di Indonesia diharapkan keberhasilannya.

4.4   Kebakaran Berulang

Kebakaran gambut berulang sepertinya merupakan peristiwa rutin yang dialami oleh bangsa Indonesia setiap musim kemarau ekstrem (El Niño) tiba. Peristiwa kebakaran gambut berulang menjadikan tantangan restorasi gambut semakin sulit dari masa ke masa. Kebakaran gambut sangat membatasi renegerasi alami hutan rawa gambut dan kehilangan sumber benih alami. Kebakarn gambut juga menyebabkan ketidaksuburan gambut akibat kehilangan atau kemusnahan bahan organik. 
Kebakaran berulang juga menjadi pemicu serangan spesies paku-pakuan dan gulma invasif dan agresif yang menghambat proses regenerasi alami dan perkembangan spesies hutan rawa gambut, dan bahkan spesies invasif ini justru menjadi sumber bahan bakar di lapangan untuk musim kemarau berikutnya. 
Kebakaran gambut juga menyebabkan kerusakan mikro-topografi dan meingkatkan daya tolak air (hydrophobic) gambut sehingga menyulitkan proses restorasi hidrologi gambut.

4.5   Regulasi dan Kebijakan

Ketidak-sinkronan kebijakan antar sektor terkait perlindungan, pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem gambut menjadi salah satu tantangan dalam restorasi gambut Indonesia. Basis regulasi perlindungan dan pengelolaan gambut melalui Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2014 juncto Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2016 masih belum terlaksana secara sempurna.   
Kendati mandat regulasi tersebut berupa pemetaan/inventarasi dan penetapan fungsi sudah dilakukan, akan tetapi mandat lain berupa penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (RPPEG) pada berbagai tingkatan administratif pemerintahan (provinsi, kabupaten/kota) belum sepenuhnya dilakukan. Dalam dokumen RPPEG tersebut seyogianya juga termuat aspek pemulihan atau restorasi gambut baik di kawasan dengan fungsi lindung maupun budaya sebagai basis pelaksanaan restorasi gambut di lapangan.
Masalah lain terkait aturan pengelolaan gambut di Indonesia adalah masih terdapat ketidak-konsistensi dalam hal pemanfaatan gambut. Misalnya Peraturan Menteri Pertanian No. 14 tahun 2009 yang masih memperbolehkan pemanfaatan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter untuk budidaya pertanian dan perkebunan sepanjang lahan gambut tersebut berlokus pada Areal Penggunaan Lain (APL) sebagaimana diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Keberadaan regulasi sektoral semacam ini sebetulnya bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi (PP No. 71/2014 juncto PP 57/2016) yang mengamanatkan bahwa gambut dengan kedalaman 3 meter atau lebih harus di lindungi. Gambut-gambut dengan kedalaman diatas 3 meter yang sudah terdegradasi dan di drainase harus dilakukan restorasi agar fungsi lindungnya pulih kembali. Sepanjang aturan dan kebijakan pemanfaatan gambut yang seharusnya dilindungi tetap berlaku maka upaya restorasi gambut akan tetap mengalami tantangan berat.

4.6   Kelembagaan

Saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang memiliki kelembagaan khusus yang mengurusi restorasi gambut yaitu Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 1 tahun 2016. Badan koordinatif dan namun bersifat ad hoc ini memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mengkoordinasi dan memfasilitasi pelaksanaan restorasi gambut di 7 (tujuh) provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua dan dimandatkan untuk merestorasi gambut seluas 2 (dua) juta hektar sampai dengan tahun 2020.
Kendati lembaga ini secara struktural berada langsung dibawah presiden, akan tetapi dalam implementasi tugas dan fungsinya harus berkoordinasi secara intens dengan kementerian yang mengurusi kehutanan dan lingkungan hidup. Kondisi demikian secara etika dan psikologi organisasi menjadikan BRG mengalami “kesulitan” dan “ewuh-pakewuh” untuk melakukan fungsi koordinatif perencanaan dan pelaksanaan restorasi gambut yang melibatkan peran dan tanggung jawab antar kementerian dan kelembagaan negara. Sehingga tantangan mencapai target restorasi yang dimandatkan bisa saja mengalami hambatan dan sulit direalisasikan.
Penguatan institusi yang menangani restorasi gambut melalui peningkatan status dan perluasan kewenangan yang bersifat koordinatif dan otoritatif merupakan suatu kebutuhan dan keniscayaan agar restorasi gambut di Indonesia dapat berjalan baik dan berhasil gilang gemilang.  

4.7   Tantangan Sosial-Ekonomi

Tantangan utama dalam merestorasi gambut terdegradasi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial-ekonomi masyarakat yang bermukim di lahan gambut. Tidak dapat dipungkiri bahwa gambut merupakan aset ekonomi dan sosial bagi sebagian masyarakat Indonesia. Gambut merupakan sumber mata pencaharian yang dimiliki dan dimanfaatkan turun temurun sebagai media untuk memperoleh penghasilan dan akumulasi aset ekonomi masyarakat.
Namun karena gambut merupakan tanah marginal dan ekosistem rentan gangguan, maka pengembangan opsi-opsi sumber mata pencaharian menjadi sangat terbatas. Saat tutupan hutan rawa gambut masih primer dan bagus, maka masyarakat umumnya mengandalkan sumber mata pencaharian dari usaha pemanfaatan kayu dan non-kayu yang ada di ekosistem gambut. Namun saat sumber ketersediaan kayu dan non-kayu alam sudah mengalami penurunan maka masyarakat harus mengadaptasi sistem sumber mata pencaharian agar hidup bisa tetap bertahan.
Proses adaptasi tersebut dimulai dengan mengelola lahan gambut secara tradisional sebagai media untuk budidaya tanaman semusim seperti padi, nenas, hortikultura dan tanaman keras seperti karet, rotan, pinang, kopi dan lain-lain. Sebagian besar masyarakat lokal menggunakan cara-cara yang arif dan bijaksana (misalnya dengan sistem handil dan beje di Kalimantan). Namun jamak juga seiringan dengan pertumbuhan populasi dan akulturasi sosial melalui proses migrasi dan asimilasi penduduk lokal dan pendatang, konversi dan teknik pengolahan lahan gambut bertransformasi ke cara yang instan, pragmatis, dan kurang ramah terhadap gambut, misalnya dengan menggunakan cara pembakaran dan drainase. Sistem pembakaran sebetulnya merupakan cara adaptasi masyarakat di lahan gambut untuk mengatasi keasamaan gambut yang sangat tinggi. Dengan adanya pembakaran maka diperoleh abu bakar yang umumnya berfungsi untuk mengurangi keasamaan sehingga tanaman bisa tumbuh dengan baik kendatipun produktivitasnya masih terbatas.
Kondisi marginal lahan gambut menyebabkan opsi-opsi sumber mata pencaharian yang berbasis lahan sangat terbatas, sehingga timbul tindakan instan dengan mengembangkan alternatif sumber mata pencaharian melalui pengembangan komoditas industri monokultur non-endemis gambut dan lebih banyak berbasis pengeringan gambut seperti sawit, penanaman kayu untuk HTI dan lain-lain yang berpotensi mendegradasi gambut dan mereduksi upaya-upaya restorasi gambut. Sebetulnya untuk mengatasi kondisi lahan gambut marginal tersebut dapat di kembangkan sumber mata pencaharian yang lebih basis air (water-based) seperti perikanan menetap, paludikultur, akuakultur dan lain-lain dan berbasis jasa lingkungan (environmental service-based) seperti ekowisata dan wisata pendidikan sebagai alternatif. 

5.     Penutup

Seperti diuraikan diatas bahwa tantangan restorasi gambut di Indonesia meliputi: fisik-lingkungan, hidrologi, biologi, kebakaran berulang, regulasi dan kebijakan, kelembagaan dan sosial-ekonomi.
Keberhasilan restorasi gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kemampuan kita untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut diatas secara holistis, terintegratif, terkoordinatif dan institutif. Pendekatan secara teknis saja dalam merestorasi gambut terdegradasi tidak cukup, kalau tidak diperkuat dengan regulasi-kebijakan dasar, kelembagaan koordinatif yang berotoritas kuat dan dukungan sosial-budaya melalui kesadaran individu dan kolektif dalam memproteksi, mengelola dan memanfaatkan ekosistem gambut dengan prinsip bijaksana (wise use) dan kehati-hatian (precautionary principle).
Restorasi gambut terdegradasi adalah mutlak dan suatu keniscayaan apabila kita ingin ekosistem gambut sebagai berkah aset ekonomi dan lingkungan, dan bukan menjadi sumber masalah yang mengerogoti ekonomi, sosial, kesehatan dan lingkungan bagi bangsa Indonesia.    

 Referensi

Applegate, G, Hooijer, A, Mulyadi, D, Ichsan, N & van der Vat, M 2012, ‘The impact of drainage and degradation on tropical peatland hydrology, and its implications for effective rehabilitation’, IAFCP, Jakarta, Indonesia. 
Dohong, Alue., 2016. An assessment of the restoration efforts of degraded peatland in central Kalimantan, IndonesiaPhD Thesis, School of Geography, Planning and Environmental Management, The University of Queensland.doi:10.14264/uql.2016.771 
Dohong, A, Azis A.A. Dargusch, P., 2017.’A review of the drivers of tropical peatland degradation in South-East Asia’, Land Use Policy 69 (2017) 349-360.
Dohong, Alue., Cassiophea, L., Sutikno, S., Triadi, BL., Wirada, F., Rengganis, P., and Sigalingging, L. 2017. ‘Modul Pelatihan: Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut Sekat Kanal Berbasis Masyarakat’, Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia, Jakarta. 
Ritung, S., Wahyunto, K.Nugroho, Sukarman, Hikmatullah, Suparto, dan C. Tafakresnanto. 2011. Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1:250.000. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor Indonesia.
Rydin, H & Jeglum, JK 2013, ‘The Biology of Peatlands’,Ebooks, Corporation, Oxford University Press Oxford, Oxford, UK.
Sitepu, D and Dohong.A., 2019. ‘Modul Pelaksanaan Revegetasi di Lahan Gambut’, Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia, Jakarta. 
Wahyunto, Nugoro. K, Agus, F., 2016, ‘Perkembangan Pemetaan dan Distribusi Lahan Gambut di Indonesia’, in Agus.F, Anda. M, Jamil. L, and  Masganti (Eds) Lahan Gambut Indonesia: Pembentukan, Karakteristik, dan Potensi Mendukung Ketahanan Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, IAARD Press.
Wibisono, I.T.C. dan A. Dohong. 2017. Panduan Teknis Revegetasi Lahan Gambut. Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia. Jakarta. 
Witctmann. W, Schroder, dan Joosten, H. 2016. “Paludiculture-productive use of wet peatlands: climate protection-biodiversity-regional economic benefits”, Schweizerbart Science Publishers. Stuttgart  
-->World Bank., 2016. ‘The Cost of Fire: An Economic Analysis of Indonesia’s 2015 Fire Crisis’. The World Bank Jakarta, Indonesia.

Orangutan Sang Penjaga Rimba

Oleh: Alue Dohong Ditengah hutan rimba yang subur, berbagai mahkluk liar berkeliaran dengan damai dan bersahaja, Berdiri gagah seorang penja...